JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengeluarkan rekomendasi untuk perbaikan institusi Polri di peringatan Hari Bhayangkara ke-78, Senin (1/7/2024).
Dalam rekomendasinya, Kontras meminta pemerintah dan DPR-RI menghentikan proses pembahasan Revisi Undang-undang (RUU) Kepolisian.
Rekomendasi itu dikeluarkan karena RUU Kepolisian dinilai akan menjauhkan Polri dari semangat reformasi sektor keamanan dan demokrasi.
Baca juga: Politisi PDI-P: Kebebasan Sudah Tidak Ada kalau RUU Polri Disahkan
"Pembahasan RUU Polri juga dilakukan dengan tergesa-gesa dan sepenuhnya mengabaikan partisipasi publik. DPR tiba-tiba memulai inisiatif revisi UU Polri, meskipun RUU Polri tidak termasuk dalam Prolegnas," ujar Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya di Kwitang, Senin (1/7/2024).
Dimas menyebut, ketimbang sibuk merevisi UU Polri, pemerintah sebaiknya serius membahas aturan sistem peradilan pidana yang lebih mendesak.
Menurut Dimas, saat ini Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru sangat dibutuhkan agar sesuai dengan perkembangan zaman, tuntutan dan keadilan yang semakin kompleks.
Baca juga: Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung
"Kuhap yang saat ini berlaku telah berusia puluhan tahun dan belum sepenuhnya mampu mengakomodasi perkembangan sosial dan teknologi yang pesat," tuturnya.
Rekomendasi kedua, pemerintah dinilai perlu mengevaluasi mekanisme lembaga pengawasan eksternal Polri untuk langkah perbaikan.
Lembaga pengawas eksternal harus memiliki kewenangan semi penyidik atau penuntut dan bisa memiliki kewnangan investigasi yang efektif.
Rekomendasi ketiga langsung ditujukan kepada Polri. Kontras mendesak agar kultur kekerasan dan impunitas di lingkungan kepolisian ditinggalkan dan mulai membenahi pengawasan anggotanya sendiri.
Akuntabilitas juga diperlukan, khususnya terkait aspek Hak Asasi Manusia (HAM).
Baca juga: PP Muhammadiyah Nilai Penyadapan dalam RUU Polri Bisa Langgar Hak Privasi
"Karena jika dibiarkan, maka hal tersebut memiliki dampak serius pada masyarakat," ucapnya.
Rekomendasi terakhir yakni meminta Polri mengetatkan mekanisme pengawasan internal dan penegakan akuntabilitas kepolisian.
"Polri tidak perlu ragu untuk mengambil langkah tegas kepada anggota Polri yang terbukti melakukan pelanggaran melalui mekanisme KKEP serta menempuh mekanisme hukum pidana jika diperlukan," tandasnya.
Draf revisi UU, mengatur tambahan kewenangan Polri. Itu menjadi sorotan sejumlah pihak. Disebutkan, Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.
Polri juga memiliki wewenang untuk berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informastika penyelenggara jasa telekomunikasi.
Baca juga: Wakil Ketua DPR Akui Revisi UU Polri-TNI Perluasan Wewenang tetapi Terbatas
Selain itu, revisi UU juga mengatur usia pensiun maksimum anggota Polri, Pasal 30 ayat (4) mengatur batas usia pensiun Kapolri atau polisi berpangkat perwira tinggi bintang 4.
Pasal ini mengatur batas usia pensiun Kapolri dapat diperpanjang melalui Keputusan Presiden (Keppres) setelah mendapat pertimbangan dari DPR. Namun, tidak diatur secara rinci berapa lama batas usia maksimum pensiun Kapolri bisa diperpanjang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.