JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam putusannya menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).
Hasyim disebut terbukti melakukan tindakan asusila terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda.
Oleh karenanya, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap terhadap Hasyim Asy’ari dari jabatannya sebagai Ketua KPU RI.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota komisioner KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Heddy dalam sidang, Rabu (3/7/2024).
Baca juga: Hasyim Asyari Dipecat, Jokowi Didesak Segera Minta Nama Anggota KPU Pengganti ke DPR
Dalam pertimbangannya, DKPP menyoroti soal relasi kuasa yang dipakai Hasyim Asy’ari sebagai Ketua KPU terhadap pengadu yang merupakan anggota PPLN Den Haag.
Anggota Majelis DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, DKPP berpendapat bahwa terdapat komunikasi intens dan perlakuan khusus yang dilakukan teradu Hasyim Asy'ari terhadap pengadu.
Dalam penjabarannya, DKPP menyebut perihal perilaku Hasyim Asy’ari yang intens berkomunikasi dengan pengadu sejak pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) PPLN di Bali.
Kemudian, teradu selaku Ketua KPU juga memfasilitasi kehadiran pengadu pada acara PPLN di Singapura, padahal PPLN Den Haag tidak termasuk yang diundang dalam acara tersebut.
Selanjutnya, DKPP menilai benar telah tejadi hubungan badan antara pengadu dan teradu pada 3 Oktober 2023, ketika teradu menghadiri acara Bimtek PPLN di Den Haag.
Baca juga: DKPP Pecat Ketua KPU Hasyim Asyari karena Lakukan Tindakan Asusila
Dalam pengakuan pengadu, kejadian itu berawal saat teradu menghubunginya untuk datang ke kamar hotel tempatnya menginap pada malam hari. Lalu, usai berbincang-bincang di ruang tamu kamar hotel tersebut, teradu mengajak berhubungan badan.
Namun, ditolak oleh pengadu. Hingga akhirnya, teradu memaksa yang membuat pengadu mengaku tidak bisa menolaknya.
“Hubungan istimewa ini tidak lepas dari adanya relasi kuasa antara pengadu dan teradu sesuai keterangan ahli Anies Hidayah selaku Komisioner Komnas HAM yang disampaikan dalam sidang pemeriksaan,” kata Wiarsa dalam sidang DKPP.
Relasi kuasa tersebut, sebagaimana keterangan Anies Hidayah disebut menjadi faktor utama terciptanya situasi dan kondisi manipulatif yang memaksa pengadu untuk terlibat dalam hubungan yang tidak seimbang dan merugikan pengadu.
Baca juga: DKPP Minta Jokowi Segera Tindak Lanjuti Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asyari
Tak hanya itu, relasi kuasa tersebut membuat pengadu mengikuti permintaan teradu yang menyebabkan pengadu kehilangan kepercayaan diri untuk bisa memilih dan menentukan kehendak dirinya sendiri secara bebas dan logis
Wiarsa menyebut, pernyataan serupa disampaikan ahli Dewi Kanti Setianingsih selaku komisioner Komisi Nasional Perempuan yang menyebut bahwa dalam relasi kuasa yang tidak setara atau timpang korban tidak dalam kedudukan yang setara dan tidak bebas berkehendak sehingga konsen yang diberikan dalam relasi kuasa yang timpang tidak dapat diartikan sebagai persetujuan.