JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengingatkan tugas dari undang-undang agar lembaganya mengawasi aparat penegak hukum (APH) lain tidak diputarbalikkan.
Alex menyampaikan hal itu saat dimintai tanggapan terkait Pasal 14 Ayat 1b draf Revisi Undang-Undang (RUU) Polri, yang menyebut polisi bisa mengawasi dan membina teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di kementerian/lembaga.
Alex mengatakan, undang-undang memerintahkan, dalam konteks pemberantasan korupsi, pengawasan terhadap APH lain menjadi tugas KPK.
“Jadi jangan dibolak-balik,” kata Alex saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/5/2024).
Baca juga: Revisi UU Polri, KPK Tegaskan Tak Perlu Rekomendasi Lembaga Lain untuk Rekrut Penyidik-Penyelidik
Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu juga mengkritik Pasal 16 Ayat 1 RUU Polri yang menyebut lembaga yang akan merekrut PPNS harus mendapat rekomendasi Polri.
Alex menegaskan proses rekrutmen penyelidik dan penyidik KPK berkaitan erat dengan independensi lembaga. Ketentuan mengenai independensi lembaga ini diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang KPK.
Selama ini, KPK bisa mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri, dan tidak mengganggu independensi mereka.
Selain itu, koordinasi dengan lembaga lain seperti Polri dan Kejaksaan Agung dilaksanakan dalam tahap pelatihan penyidik dan penyelidik yang baru direkrut.
Baca juga: Revisi UU Polri, Polisi Bakal Diberi Wewenang Spionase dan Sabotase
“KPK tidak perlu meminta restu dari lembaga lain untuk mengangkat penyelidik/penyidik,” tuturnya.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti muatan RUU Polri yang dinilai menjadikan kepolisian menjadi lembaga superbody dan berpotensi mengintervensi lembaga lain seperti KPK.
Salah satu materi yang disorot adalah Pasal 14 Ayat 1b yang menyebut lembaga jtu bisa mengawasi dan membina teknis PPNS di lembaga lain. Kemudian, mereka juga mempersoalkan Pasal 16 Ayat (1) yang menyebut kementerian/lembaga yang merekrut PPNS harus mendapatkan rekomendasi polisi.
Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyebutkan, pasal tersebut membuka wewenang bagi kepolisian untuk mengintervensi kasus di lembaga lain seperti KPK.
Baca juga: Revisi UU Polri: Ruang Lingkup Kerja Polri Makin Luas
Padahal, KPK memiliki riwayat perseteruan ketika menangani kasus korupsi menyangkut anggota kepolisian.
"Jadi ketika KPK mau merekrut penyidik, jaksa agung mau merekrut penyidik, KLHK mau merekrut penyidik lingkungan hidup, harus ada rekomendasi kepolisian,” kata Isnur di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (2/6/2024).
“Nah kalau kita berkaca ini, akan menjadi catatan yang sangat tidak baik, berarti ada upaya intervensi. Kita punya catatan terhadap sikap 'cicak-buaya' 1, 2, 3,” imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.