Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Jokowi Ikut Berperan Dikebutnya Pengesahan UU Cipta Kerja...

Kompas.com - 07/10/2020, 11:26 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang oleh DPR, Senin (5/10/2020) lalu, mendapat sorotan dari banyak pihak. Sebab, pembahasan regulasi baru ini berjalan singkat.

Jika dihitung sejak draf RUU diserahkan pemerintah ke DPR, maka hanya butuh waktu delapan bulan hingga RUU ini disahkan. Namun, jika dihitung sejak dimulainya masa pembahasan RUU ini, maka hanya memakan waktu enam bulan.

Diketahui, draf RUU Cipta Kerja diserahkan ke DPR oleh pemerintah pada Februari 2020 dan baru mulai dibahas pada 20 April 2020.

Baca juga: Omnibus Law UU Cipta Kerja, Keinginan Jokowi yang Jadi Nyata...

Dikebutnya pembahasan RUU ini pun diakui oleh Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas.

Ia mengatakan anggota DPR bahkan sengaja bekerja 7x24 jam hingga menggunakan waktu reses untuk merampungkan pembahasan RUU ini.

Total, ada 64 kali rapat antara pemerintah dan DPR hingga akhirnya pembahasan beleid tersebut rampung. Ini terdiri atas 56 kali rapat panitia kerja dan enam kali rapat tim perumus atau tim sinkronisasi.

"Dilakukan mulai hari Senin sampai dengan Minggu, dimulai dari pagi hingga malam dini hari, bahkan masa reses pun tetap melaksanakan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," kata Supratman saat membacakan laporan dalam Rapat Paripurna DPR beragendakan pengesahan RUU Cipta Kerja yang disiarkan Kompas TV, Senin (5/10/2020).

Baca juga: Presiden PKS: Jokowi Harus Dengar Suara Buruh, Terbitkan Perppu Cabut UU Cipta Kerja

Andil Presiden

Perlu diketahui bahwa bukan hanya DPR yang mengebut pembahasan RUU ini. Namun, Presiden Joko Widodo turut memiliki andil di dalam cepatnya pembahasan produk legislasi tersebut.

Awalnya, Presiden Jokowi mengajak DPR untuk membuat dua undang-undang besar saat berpidato di hadapan anggota DPR usai dilantik untuk periode kedua.

"Pertama, Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Kedua, Undang-Undang Pemberdayaan UMKM," kata Jokowi di Gedung Parlemen, pada 20 Oktober 2019 lalu.

Baca juga: Periode Kedua, Jokowi Siapkan Dua UU Benahi Lapangan Kerja dan UKM

Saat itu, Jokowi menyebut kedua UU itu akan menjadi omnibus law, yaitu sebuah UU yang sekaligus merevisi puluhan UU lainnya.

Penyusunan UU itu dinilai penting untuk menyederhanakan sejumlah kendala regulasi yang ada, agar realisasi investasi di dalam negeri meningkat.

Rencana Jokowi pun didukung oleh partai politik pengusungnya. Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate mengungkapkan, agar keinginan Jokowi terwujud dalam waktu cepat, usulan itu harus masuk ke dalam program legislasi nasional supaya pembahasannya mendapat prioritas.

Baca juga: Beda Aturan PHK di UU Ketenagakerjaan dan Omnibus Law Cipta Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR  Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.Hafidz Mubarak A Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) didampingi Menkumham Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menerima laporan akhir dari Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi (bawah) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/pras.

Dikebut

Selanjutnya, saat berbicara pada kegiatan "Kompas 100 CEO Forum" pada 28 November 2019, Jokowi menyatakan, bahwa lolos tidaknya pembahasan omnibus law yang diusulkannya tergantung pada DPR.

Saat itu, ia menyebut, pemerintah telah menyisir 74 UU yang akan terdampak omnibus law. Pemerintah pun berencana menyerahkan draf omnibus law ke DPR pada Desember 2019 atau Januari 2020.

"Kami harapkan dengan undang-undang baru (omnibus law), kecepatan tindakan kita di lapangan akan kelihatan cepat dan tidaknya, tapi masih tergantung kepada persetujuan DPR kita. Kalau disetujui saya yakin akan ada perubahan yang besar dari regulasi yang kita miliki," kata Jokowi.

Baca juga: Bisiki Puan, Presiden Jokowi Minta Omnibus Law Rampung Dalam 3 Bulan

Dalam perkembangannya, tak hanya omnibus law tentang cipta lapangan kerja dan UMKM yang disiapkan pemerintah, tetapi juga terkait perpajakan. UU yang disisir pun bertambah menjadi 82 UU.

Selanjutnya, saat membuka kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, pada 16 Desember 2019, Kepala Negara menyampaikan bahwa telah berkomunikasi dengan Ketua DPR Puan Maharani agar membantu pemerintah mempercepat pembahasan omnibus law tersebut.

"Sehingga kita ajukan langsung pada DPR, Bu Puan ini 82 UU sudah. Mohon segera diselesaikan. Saya bisik-bisik kala bisa Bu jangan sampai lebih dari tiga bulan," kata Jokowi saat itu.

Baca juga: Jokowi: Lolos Tidaknya Omnibus Law Tergantung DPR

Jokowi juga mengingatkan agar di dalam pembahasan RUU itu jangan sampai ada pasal titipan yang tidak sesuai dengan tujuan pemerintah. Hal itu ditegaskan saat ia membuka rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat dengan topik pembahasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja pada 27 Desember 2019.

Diketahui bahwa omnibus law Cipta Lapangan Kerja memiliki 11 klaster yang pembahasannya melibatkan 30 kementerian/lembaga. Draf RUU sapu jagat itu ditargetkan dapat diserahkan pada Januari dan diharapkan selesai pada April 2020.

Masuk prioritas pembahasan

Selanjutnya, di tengah ramainya polemik bocornya draf 'RUU Penciptaan Lapangan Kerja' yang dibantah oleh pemerintah, DPR menetapkan 50 RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2020 pada 22 Januari 2020.

Empat di antaranya merupakan RUU dalam bentuk omnibus law, yaitu RUU Kefarmasian, RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU Ibu Kota Negara.

Setelah itu, pada 12 Februari, Presiden melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan draf dan surat presiden (surpres) RUU Cipta Kerja ke DPR.

Baca juga: Ini 50 RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas DPR pada 2020

Ketua DPR Puan Maharani menyebut omnibus law Cipta Kerja terdiri atas 79 UU, 15 bab dan 174 pasal. Pembahasan RUU ini akan melibatkan tujuh komisi di DPR.

"Dan nantinya akan dijalankan melalui mekanisme yang ada di DPR. Apakah itu melalui Baleg atau Pansus karena melibatkan tujuh komisi terkait untuk membahas 11 kluster yang terdiri dari 15 bab dan 174 pasal," kata Puan.

Surpres itu akhirnya baru dibacakan di rapat paripurna DPR pada 2 April 2020. Pada saat itu disepakati bahwa pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja akan diserahkan kepada Badan Legislasi DPR.

Sejumlah buruh melakukan aksi teatrikal di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja dari tanggal 6-8 Oktober tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI.ANTARA FOTO/FAKHRI HERMANSYAH Sejumlah buruh melakukan aksi teatrikal di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja dari tanggal 6-8 Oktober tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI.

Sempat minta tunda

Belakangan, Jokowi sempat meminta agar pembahasan klaster ketenagakerjaan di dalam RUU tersebut ditunda.

Permintaan itu muncul di tengah rencana ribuan buruh menggelar unjuk rasa menolak sejumlah pasal kontroversial di dalam klaster tersebut di sejumlah wilayah pada 30 April 2020.

Baca juga: Surpres dan Draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Dikirim ke DPR

Presiden mengungkapkan, penundaan juga dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada sejumlah pihak untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal terkait serta mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan.

"Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada 24 April 2020.

Pada 18 Agustus, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa DPR membentuk tim perumus yang terdiri atas Panitia Kerja RUU Cipta Kerja Baleg DPR dan serikat buruh untuk membahas kelanjutan klaster ketenagakerjaan.

Baca juga: Jokowi Tunda Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja

Namun, waktu singkat yang diberikan kepada tim perumus, yaitu pada 20-21 Agustus, untuk membahasnya diprotes oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

Meski demikian, Presiden meyakini bahwa keberadaan RUU tersebut diperlukan untuk membangun budaya kerja baru yang efisien, transparan dan bebas korupsi.

"Sebuah tradisi sedang kita mulai yaitu dengan menerbitkan omnibus law," ujar Jokowi saat membuka Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (ANPK) secara virtual di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada 26 Agustus lalu.

"Satu undang-undang yang menyinkronisasikan puluhan undang-undang secara serempak, sehingga antar undang-undang bisa selaras memberikan kepastian hukum serta mendorong kecepatan kerja, dan inovasi, dan akuntabel, serta bebas korupsi," lanjut dia.

Akhirnya, pembahasan klaster ketenagakerjaan pun dilanjutkan. Tim perumus, sebut Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi, hanya butuh waktu dua hari, yaitu 25-27 September 2020, untuk menyelesaikan pembahasan klaster ketenagakerjaan.

Baca juga: Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja Selesai Dibahas

Akrobatik DPR

Pada Sabtu (3/10/2020) sore, secara tiba-tiba beredar pesan singkat di grup awak media yang berisi rencana pengambilan keputusan tingkat satu antara Baleg DPR dan pemerintah atas RUU Cipta Kerja pada Sabtu malam.

Jadwal yang tidak biasa untuk pengambilan sebuah keputusan mengingat selama ini pembahasan RUU kerap memakan waktu lama bahkan hingga bertahun-tahun.

Akhirnya, pemerintah sepakat untuk membawa pembahasan RUU itu ke rapat paripurna DPR untuk disahkan.

Hanya dua fraksi yang diketahui menolaknya yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Demokrat.

Baca juga: Mikrofon Dimatikan Saat Demokrat Interupsi, Ini Penjelasan Sekjen DPR

Aktivis Greenpeace memasang poster pada manekin saat aksi damai menolak pembahasan RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020). Aksi tersebut menyerukan kepada pemerintah dan anggota DPR untuk tidak melanjutkan pembasan RUU Cipta Kerja karena kurang berpihak kepada rakyat, lebih menguntungkan korporasi serta dinilai mengancam kelestarian lingkungan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
  *** Local Caption *** 
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA Aktivis Greenpeace memasang poster pada manekin saat aksi damai menolak pembahasan RUU Cipta Kerja di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/6/2020). Aksi tersebut menyerukan kepada pemerintah dan anggota DPR untuk tidak melanjutkan pembasan RUU Cipta Kerja karena kurang berpihak kepada rakyat, lebih menguntungkan korporasi serta dinilai mengancam kelestarian lingkungan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj. *** Local Caption ***

Rencana itu kemudian mendapat respons dari kelompok buruh. Mereka berencana menggelar aksi pada 6-8 Oktober untuk menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.

Namun, DPR tak berhenti berakrobat. Senin, sekitar pukul 12.00 WIB, para anggota Badan Musyawarah DPR mendapat undangan rapat dadakan untuk mengikuti rapat Bamus pukul 12.30 WIB.

"Anggota banyak yang kaget. Saya di fraksi pun merasa ini sangat mendadak,” kata Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Ledia Hanifa, seperti dilansir dari Kompas.id.

Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakat RUU Cipta Kerja Segera Disahkan di Rapat Paripurna

Dalam rapat Bamus DPR yang dihadiri pimpinan fraksi dan alat kelengkapan DPR tersebut, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin tiba-tiba menyampaikan agenda percepatan penutupan masa persidangan DPR I periode 2020/2021 dalam Rapat Paripurna DPR yang akan digelar Senin sore.

Di jadwal semula, rapat paripurna penutupan masa sidang baru akan digelar 8 Oktober.

Percepatan ini dilakukan karena saat ini banyak anggota DPR, tenaga ahli, dan anggota staf yang positif Covid-19.

Baca juga: Tolak UU Cipta Kerja, KSPI: 2 Juta Buruh Mogok Nasional 6-8 Oktober

"Jadi, pilihannya saat itu, DPR lockdown (ditutup) atau percepat rapat paripurna penutupan masa sidang sehingga anggota DPR reses ke daerah masing-masing," ujar anggota DPR dari Fraksi PKS, Amin AK, menceritakan suasana rapat Bamus.

Dengan percepatan itu, pengesahan RUU Cipta Kerja yang semula dijadwalkan pada 8 Oktober turut dipercepat mengikuti jadwal rapat paripurna pada Senin sore.

Baca juga: DPR Sahkan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com