Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omnibus Law UU Cipta Kerja, Keinginan Jokowi yang Jadi Nyata...

Kompas.com - 07/10/2020, 06:26 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan omnibus law yang dapat merevisi banyak undang-undang sekaligus akhirnya terwujud melalui pengesahan UU Cipta Kerja.

Jika melihat ke belakang, keinginan Presiden Jokowi ini sudah disampaikan sejak ia dilantik bersama Ma'ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden RI 2019-2024 pada 20 Oktober 2019.

Dalam pidatonya seusai pelantikan, Presiden Jokowi menyoroti tumpang tindih pada berbagai regulasi yang menghambat investasi serta pertumbuhan lapangan pekerjaan.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi menyampaikan niatnya untuk mengajak DPR menyusun omnibus law, sebuah UU sapu jagat yang bisa merevisi banyak UU.

"Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus," kata Kepala Negara saat itu.

Baca juga: Merasa Dibohongi DPR, LP Ma’arif NU akan Gugat UU Cipta Kerja ke MK

Tidak lama setelah pidato itu, Presiden Jokowi langsung memerintahkan jajarannya untuk membuat draf omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.

Saat penyusunan draf masih berjalan di tingkat pemerintah, Presiden Jokowi bahkan sudah menyampaikan harapannya ke DPR agar bisa merampungkan pembahasan RUU ini dalam 100 hari.

"Saya akan angkat jempol, dua jempol, kalau DPR bisa selesaikan ini dalam 100 hari," ujar Presiden Jokowi dalam pertemanan tahunan industri keuangan 2020 pada pertengahan Januari.

Pada 12 Februari 2020, draf RUU Cipta Kerja yang disusun oleh pemerintah akhirnya rampung.

Pemerintah mengeklaim, penyusunan RUU tersebut sudah melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pengusaha dan buruh.

Melalui Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah, draf RUU tersebut diserahkan kepada DPR.

Baca juga: Nasib Karyawan Outsourcing di UU Cipta Kerja

Pemerintah sempat mengubah nama RUU itu menjadi RUU Cipta Kerja. Kata "lapangan" dalam penamaan sebelumnya diputuskan untuk dihapus.

RUU ini kemudian mulai dibahas DPR pada 2 April 2020 dalam Rapat Paripurna ke-13.

Sempat ditunda Jokowi

Sejak awal, RUU ini langsung mendapat penolakan dari sejumlah kalangan, khususnya kaum buruh. Sebab, banyak aturan yang dianggap bisa memangkas hak buruh dan menguntungkan pengusaha.

Pada 24 April, Presiden Jokowi mengumumkan pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU Cipta Kerja khusus untuk klaster ketenagakerjaan.

Keputusan diambil untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Sebelum mengumumkan keputusan tersebut, Presiden Jokowi diketahui sempat bertemu dengan tiga pimpinan serikat buruh.

Baca juga: Pendidikan Diatur UU Cipta Kerja, LP Maarif NU: Kami Sangat Kecewa, Merasa Dibohongi

"Penundaan ini untuk memberikan kesempatan ke kita untuk mendalami lagi substansi dari pasal-pasal yang terkait dan juga untuk mendapatkan masukan-masukan dari para pemangku kepentingan," kata Presiden Jokowi.

Dengan keputusan penundaan tersebut, maka buruh pun membatalkan aksi unjuk rasa besar-besaran.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com