Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Capim KPK Lapor Harta Kekayaan, Sekarang atau Nanti Ketika Terpilih?

Kompas.com - 31/07/2019, 07:04 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan urusan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dalam seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai polemik antara Panitia Seleksi (Pansel) dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.

Keduanya memiliki tafsir yang berbeda terkait kapan calon pimpinan KPK yang berasal dari penyelenggara negara patut melaporkan kekayaannya.

Perbedaan itu terjadi saat kedua belah pihak menafsirkan Pasal 29 huruf k dalam Undang-Undang tentang KPK. Pasal 29 huruf k itu berbunyi sebagai berikut:

"Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: ....

k. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Baca juga: Pansel Jelaskan soal LHKPN Capim KPK

Secara regulasi, pelaporan kekayaan oleh penyelenggara negara juga diatur dalam instrumen hukum lainnya yaitu, Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Pasal 5 ayat (2) dan (3) berbunyi sebagai berikut:

"Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk: ... (2) bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; (3) melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat"

Baca juga: Sesuai UU, LHKPN Dinilai Harus Jadi Persyaratan Awal Capim KPK

Serta, Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

Pemahaman versi Pansel

Pansel Capim KPK tidak mewajibkan calon dari penyelenggara negara mengurus laporan kekayaannya sebagai syarat mendaftar.

Sebab, saat pendaftaran, Pansel mensyaratkan calon dari penyelenggara negara dan non penyelenggara negara harus membuat pernyataan bersedia mengumumkan harta kekayaannya saat terpilih nanti.

Baca juga: Jusuf Kalla Sebut Tidak Semua Capim KPK Wajib Laporkan LHKPN

Anggota Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, pengurusan LHKPN dilakukan setelah calon terpilih sebagai pimpinan definitif.

"Mengenai syarat capim pada Pasal 29 huruf k UU KPK ada makna 'Mengumumkan', ini harus diartikan bahwa laporan kekayaan itu wajib diumumkan oleh capim yang berasal penyelenggara negara maupun yang non penyelenggara negara pada saat sudah ada penunjukan capim sebagai pimpinan definitif," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (30/7/2019).

Plt Pimpinan KPK Johan Budi (tengah), Indriyanto Seno Adji (kanan), dan Pimpinan KPK Adnan Pandu Praja, memberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah orang termasuk anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo, di kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu (21/10/2015). Kasus ini terkait pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Papua. TRIBUNNEWS / HERUDIN Plt Pimpinan KPK Johan Budi (tengah), Indriyanto Seno Adji (kanan), dan Pimpinan KPK Adnan Pandu Praja, memberikan keterangan pers terkait operasi tangkap tangan (OTT) sejumlah orang termasuk anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Hanura, Dewie Yasin Limpo, di kantor KPK, Jakarta Selatan, Rabu (21/10/2015). Kasus ini terkait pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Papua.

Ia menilai persyaratan pelaporan harta kekayaan di awal pendaftaran bisa menimbulkan diskriminasi dan melanggar prinsip persamaan antara calon dari penyelenggara negara dan non penyelenggara negara.

Baca juga: Loloskan Sejumlah Capim KPK yang Tak Taat LHKPN, Ini Pembelaan Pansel

Dalam praktik seleksi calon pimpinan KPK di periode-periode sebelumnya, kata Indriyanto, penyampaian LHKPN dilakukan pada saat calon telah ditunjuk sebagai pimpinan KPK definitif.

Sementara, saat pendaftaran, calon hanya membuat pernyataan kesediaan menyampaikan laporan kekayaannya.

"Periode Pansel sebelumnya, masalah kapan pengumuman LHKPN tidak menjadi isu. Misal saja periode Pansel 2014 lalu, pada tahap akhir wawancara saja, capim Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK saat ini) belum mendaftar LHKPN. Jadi isu pengumuman LHKPN sekarang ini sepertinya soal vested interest (mengandung kepentingan) dari pihak tertentu saja," ujarnya.

Baca juga: Hanya 3 Capim KPK Unsur Polri yang Sudah Lapor LHKPN Terbaru, Siapa Saja?

Di sisi lain, Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih membantah bila pihaknya dianggap tidak memerhatikan rekam jejak para capim KPK.

Menurut dia, rekam jejak para capim KPK, termasuk kekayaannya, akan dikulik pada tahap wawancara nanti.

"Tentang LHKPN seperti ini bagaimana, kan kita sampaikan pada waktu itu, di wawancara kan terbuka, itu akan kita tanyakan," ujar Yenti kepada wartawan, Senin (29/7/2019).

Pemahaman versi Koalisi Masyarakat Sipil

Lain halnya dengan Pansel KPK, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menegaskan pelaporan kekayaan oleh calon penyelenggara negara patut dijadikan salah satu syarat sejak awal pendaftaran.

Baca juga: Beberapa Peserta Capim KPK Belum Perbaharui LHKPN, ICW Sebut Seharusnya Pansel Gugurkan

Anggota koalisi sekaligus peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, pelaporan kekayaan merupakan salah satu indikator awal untuk mengamati integritas calon pimpinan KPK dari penyelenggara negara.

Oleh karena itu, mereka patut mengurus laporan kekayaannya sejak awal sebelum pendaftaran.

Kurnia merujuk pada pasal 29 huruf k Undang-Undang tentang KPK; Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhan di Gedung KPK, Kamis (4/7/2019).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Peneliti ICW Kurnia Ramadhan di Gedung KPK, Kamis (4/7/2019).

"Nilai integritas itu bagaimana kita bisa melihat komitmennya, kita tidak tahu orang ini jujur atau tidak. Tetapi setidaknya masyarakat melihat misalnya ketika dia berasal dari penyelenggara negara, apakah patuh LHKPN," kata Kurnia dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (28/7/2019).

Baca juga: Pansel KPK Loloskan Seluruh Calon dari Polri Meski Belum Lapor LHKPN

Menurut dia, masih ada beberapa calon dari latar belakang penyelenggara negara yang tak patuh dalam pelaporan harta kekayaan. Namun, calon tersebut tetap diloloskan ke tahapan tes psikologi.

Beberapa nama yang dianggap Kurnia tidak patuh pelaporan LHKPN, seperti calon dari Polri, Irjen Antam Novambar, Irjen Dharma Pongrekun, Brigjen Juansih, Irjen Yovianes Mahar.

Baca juga: Berdasarkan LHKPN, Ini Harta Kekayaan 5 Jaksa yang Daftar Capim KPK

Dari Kejaksaan, seperti Sugeng Purnomo, Ranu Mihardja, Johanis Tanak. Kemudian dari kalangan hakim, seperti Bhudhi Kuswanto, Hulman Siregar, Jult M Lumban Gaol.

Kurnia mengatakan, kepatuhan pelaporan secara periodik menjadi salah satu indikator apakah calon tersebut berintegritas atau tidak.

Apabila calon dari penyelenggara negara tidak patuh dalam melaporkan kekayaan, menurut Kurnia, akan sulit bagi publik untuk bisa memercayakan calon tersebut memimpin KPK ke depan.

Baca juga: Polri Dorong Perwira Tinggi yang Ikut Proses Seleksi Capim KPK Perbarui LHKPN

"Bagaimana mungkin kita bisa memercayakan mereka memimpin lembaga pemberantasan korupsi yang salah satu poin besarnya menyoal integritas. Maka itu salah satu indikatornya LHKPN," ujar Kurnia.

Penjelasan ahli hukum

Pakar hukum tata negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menegaskan, memahami isi undang-undang harus berdasarkan aspek penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis.

Baca juga: KPK Yakin Polri Pertimbangkan Kepatuhan Lapor LHKPN Capim KPK dari Internalnya

Bayu menyoroti Pasal 29 huruf k UU KPK yang menjadi perdebatan saat ini.

"Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: ....

k. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

"Itu sudah terang benderang berdasarkan tafsir gramatikal. Itu jelas untuk dapat diangkat jadi pimpinan KPK, seseorang harus memenuhi persyaratan kan, persyaratan untuk dia bisa nanti kemudian menjadi pimpinan KPK, berarti seseorang ketika dia belum diangkat kan gitu. Itu kan persyaratan," kata Bayu kepada Kompas.com, Rabu (30/7/2019).

Baca juga: KPK Ungkap Kepatuhan LHKPN 9 Perwira yang Diusulkan Polri Jadi Capim KPK

Ia menegaskan, dalam memahami Pasal 29 itu harus dikaitkan dengan pasal berikutnya, yaitu Pasal 30 yang menjelaskan bagaimana proses seleksi calon pimpinan KPK.

Dalam ketentuan Pasal 30, pimpinan KPK dipilih oleh DPR berdasarkan calon yang diusulkan Presiden dan ditetapkan oleh Presiden.

Kemudian Pasal itu juga memuat rangkaian seleksi, seperti Pemerintah membentuk Pansel, Presiden menyerahkan daftar nama calon ke DPR, hingga DPR memilih calon yang diusulkan Presiden.

Baca juga: ICW Sebut Capim KPK dari Polri Belum Lapor LHKPN, Ini Jawaban Polri...

"Pasal 29 bicara persyaratan, Pasal 30 bicara bagaimana proses untuk rekrutmennya, maka di situ Presiden untuk mengajukan ke DPR, DPR yang milih, tapi Presiden membentuk pansel kan. Pasal 30 itu bicara bagaimana proses rekrutmen terhadap calon pimpinan KPK yang itu harus memenuhi syarat di Pasal 29," ujarnya.

Bayu juga menepis anggapan bahwa jika pelaporan LHKPN dijadikan syarat sejak awal pendaftaran, akan menimbulkan diskriminasi dan melanggar prinsip persamaan antara calon dari penyelenggara negara dan non penyelenggara negara.

"Yang bicara itu undang-undang, tentu undang-undang dibuat itu sudah ada pertimbangannya, tidak merupakan diskriminasi ketika memang seseorang itu diwajibkan melakukan secara berbeda. Seorang penyelenggara negara tentu dia punya kewajiban yang berbeda dengan calon non penyelenggara negara. Tanpa dia daftar capim KPK sudah jadi kewajiban loh," kata Bayu.

Baca juga: ICW Sebut Sekitar 12.000 dari 29.000 Anggota Polri Wajib Lapor Belum Setor LHKPN

Menurut Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember ini, calon non penyelenggara negara bisa dinilai dengan berbagai instrumen seleksi lainnya di luar LHKPN.

LHKPN, lanjut Bayu, merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh calon dari penyelenggara negara.

"Kita ini kan nyari pimpinan KPK sejauh mana agar orang-orang itu memenuhi persyaratan yang ditentukan, bagaimana kalau orang penyelenggara negara itu tidak tertib melapor LHKPN kemudian menjadi pimpinan KPK?" lanjut dia.

Baca juga: Polri Dorong Perwira Tinggi yang Ikut Proses Seleksi Capim KPK Perbarui LHKPN

Terkait praktik terdahulu, bahwa pelaporan LHKPN dilakukan saat calon sudah ditunjuk secara definitif, Bayu meminta agar praktik itu tak diulangi lagi. Ia menilai, praktik semacam itu menyimpang dari undang-undang.

"Sesuatu (praktik) yang baru ketahuan sekarang menyimpangi undang-undang, enggak boleh kemudian sekarang kita ulangi lagi. Toh, proses kan masih jalan, begitu ada peserta yang LHKPN-nya enggak rutin kan coret aja selesai kan, dia kan tidak patuh. Saya yakin kok banyak penyelenggara negara yang daftar dia ada yang rutin lapor LHKPN-nya," kata dia.

Kompas TV Kepatuhan menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN menjadi sorotan dalam proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023 pasalnya ketua pansel Capim KPK menyebut pelaporan LHKPN bukan kewajiban Capim KPK ICW pun mempertanyakan komitmen pansel dalam memastikan integritas komisioner KPK ke depan. Lalu apa yang membuat pansel Calon Pimpinan KPK tidak mengharuskan pelaporan LHKPN bagi calon pimpinan KPK kali ini? lalu bagaimana publik mengukur integritas para calon pimpinan lembaga rasuah bila asal usul kekayaannya tidak diketahui? #CapimKPK #KPK #LHKPN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" hingga Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com