Salin Artikel

Capim KPK Lapor Harta Kekayaan, Sekarang atau Nanti Ketika Terpilih?

Keduanya memiliki tafsir yang berbeda terkait kapan calon pimpinan KPK yang berasal dari penyelenggara negara patut melaporkan kekayaannya.

Perbedaan itu terjadi saat kedua belah pihak menafsirkan Pasal 29 huruf k dalam Undang-Undang tentang KPK. Pasal 29 huruf k itu berbunyi sebagai berikut:

"Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: ....

k. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Secara regulasi, pelaporan kekayaan oleh penyelenggara negara juga diatur dalam instrumen hukum lainnya yaitu, Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Pasal 5 ayat (2) dan (3) berbunyi sebagai berikut:

"Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk: ... (2) bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat; (3) melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat"

Serta, Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

Pemahaman versi Pansel

Pansel Capim KPK tidak mewajibkan calon dari penyelenggara negara mengurus laporan kekayaannya sebagai syarat mendaftar.

Sebab, saat pendaftaran, Pansel mensyaratkan calon dari penyelenggara negara dan non penyelenggara negara harus membuat pernyataan bersedia mengumumkan harta kekayaannya saat terpilih nanti.

Anggota Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, pengurusan LHKPN dilakukan setelah calon terpilih sebagai pimpinan definitif.

"Mengenai syarat capim pada Pasal 29 huruf k UU KPK ada makna 'Mengumumkan', ini harus diartikan bahwa laporan kekayaan itu wajib diumumkan oleh capim yang berasal penyelenggara negara maupun yang non penyelenggara negara pada saat sudah ada penunjukan capim sebagai pimpinan definitif," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (30/7/2019).

Ia menilai persyaratan pelaporan harta kekayaan di awal pendaftaran bisa menimbulkan diskriminasi dan melanggar prinsip persamaan antara calon dari penyelenggara negara dan non penyelenggara negara.

Dalam praktik seleksi calon pimpinan KPK di periode-periode sebelumnya, kata Indriyanto, penyampaian LHKPN dilakukan pada saat calon telah ditunjuk sebagai pimpinan KPK definitif.

Sementara, saat pendaftaran, calon hanya membuat pernyataan kesediaan menyampaikan laporan kekayaannya.

"Periode Pansel sebelumnya, masalah kapan pengumuman LHKPN tidak menjadi isu. Misal saja periode Pansel 2014 lalu, pada tahap akhir wawancara saja, capim Saut Situmorang (Wakil Ketua KPK saat ini) belum mendaftar LHKPN. Jadi isu pengumuman LHKPN sekarang ini sepertinya soal vested interest (mengandung kepentingan) dari pihak tertentu saja," ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih membantah bila pihaknya dianggap tidak memerhatikan rekam jejak para capim KPK.

Menurut dia, rekam jejak para capim KPK, termasuk kekayaannya, akan dikulik pada tahap wawancara nanti.

"Tentang LHKPN seperti ini bagaimana, kan kita sampaikan pada waktu itu, di wawancara kan terbuka, itu akan kita tanyakan," ujar Yenti kepada wartawan, Senin (29/7/2019).

Pemahaman versi Koalisi Masyarakat Sipil

Lain halnya dengan Pansel KPK, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menegaskan pelaporan kekayaan oleh calon penyelenggara negara patut dijadikan salah satu syarat sejak awal pendaftaran.

Anggota koalisi sekaligus peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, pelaporan kekayaan merupakan salah satu indikator awal untuk mengamati integritas calon pimpinan KPK dari penyelenggara negara.

Oleh karena itu, mereka patut mengurus laporan kekayaannya sejak awal sebelum pendaftaran.

Kurnia merujuk pada pasal 29 huruf k Undang-Undang tentang KPK; Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.

"Nilai integritas itu bagaimana kita bisa melihat komitmennya, kita tidak tahu orang ini jujur atau tidak. Tetapi setidaknya masyarakat melihat misalnya ketika dia berasal dari penyelenggara negara, apakah patuh LHKPN," kata Kurnia dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Minggu (28/7/2019).

Menurut dia, masih ada beberapa calon dari latar belakang penyelenggara negara yang tak patuh dalam pelaporan harta kekayaan. Namun, calon tersebut tetap diloloskan ke tahapan tes psikologi.

Beberapa nama yang dianggap Kurnia tidak patuh pelaporan LHKPN, seperti calon dari Polri, Irjen Antam Novambar, Irjen Dharma Pongrekun, Brigjen Juansih, Irjen Yovianes Mahar.

Dari Kejaksaan, seperti Sugeng Purnomo, Ranu Mihardja, Johanis Tanak. Kemudian dari kalangan hakim, seperti Bhudhi Kuswanto, Hulman Siregar, Jult M Lumban Gaol.

Kurnia mengatakan, kepatuhan pelaporan secara periodik menjadi salah satu indikator apakah calon tersebut berintegritas atau tidak.

Apabila calon dari penyelenggara negara tidak patuh dalam melaporkan kekayaan, menurut Kurnia, akan sulit bagi publik untuk bisa memercayakan calon tersebut memimpin KPK ke depan.

"Bagaimana mungkin kita bisa memercayakan mereka memimpin lembaga pemberantasan korupsi yang salah satu poin besarnya menyoal integritas. Maka itu salah satu indikatornya LHKPN," ujar Kurnia.

Penjelasan ahli hukum

Pakar hukum tata negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menegaskan, memahami isi undang-undang harus berdasarkan aspek penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis.

Bayu menyoroti Pasal 29 huruf k UU KPK yang menjadi perdebatan saat ini.

"Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: ....

k. mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

"Itu sudah terang benderang berdasarkan tafsir gramatikal. Itu jelas untuk dapat diangkat jadi pimpinan KPK, seseorang harus memenuhi persyaratan kan, persyaratan untuk dia bisa nanti kemudian menjadi pimpinan KPK, berarti seseorang ketika dia belum diangkat kan gitu. Itu kan persyaratan," kata Bayu kepada Kompas.com, Rabu (30/7/2019).

Ia menegaskan, dalam memahami Pasal 29 itu harus dikaitkan dengan pasal berikutnya, yaitu Pasal 30 yang menjelaskan bagaimana proses seleksi calon pimpinan KPK.

Dalam ketentuan Pasal 30, pimpinan KPK dipilih oleh DPR berdasarkan calon yang diusulkan Presiden dan ditetapkan oleh Presiden.

Kemudian Pasal itu juga memuat rangkaian seleksi, seperti Pemerintah membentuk Pansel, Presiden menyerahkan daftar nama calon ke DPR, hingga DPR memilih calon yang diusulkan Presiden.

"Pasal 29 bicara persyaratan, Pasal 30 bicara bagaimana proses untuk rekrutmennya, maka di situ Presiden untuk mengajukan ke DPR, DPR yang milih, tapi Presiden membentuk pansel kan. Pasal 30 itu bicara bagaimana proses rekrutmen terhadap calon pimpinan KPK yang itu harus memenuhi syarat di Pasal 29," ujarnya.

Bayu juga menepis anggapan bahwa jika pelaporan LHKPN dijadikan syarat sejak awal pendaftaran, akan menimbulkan diskriminasi dan melanggar prinsip persamaan antara calon dari penyelenggara negara dan non penyelenggara negara.

"Yang bicara itu undang-undang, tentu undang-undang dibuat itu sudah ada pertimbangannya, tidak merupakan diskriminasi ketika memang seseorang itu diwajibkan melakukan secara berbeda. Seorang penyelenggara negara tentu dia punya kewajiban yang berbeda dengan calon non penyelenggara negara. Tanpa dia daftar capim KPK sudah jadi kewajiban loh," kata Bayu.

Menurut Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember ini, calon non penyelenggara negara bisa dinilai dengan berbagai instrumen seleksi lainnya di luar LHKPN.

LHKPN, lanjut Bayu, merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh calon dari penyelenggara negara.

"Kita ini kan nyari pimpinan KPK sejauh mana agar orang-orang itu memenuhi persyaratan yang ditentukan, bagaimana kalau orang penyelenggara negara itu tidak tertib melapor LHKPN kemudian menjadi pimpinan KPK?" lanjut dia.

Terkait praktik terdahulu, bahwa pelaporan LHKPN dilakukan saat calon sudah ditunjuk secara definitif, Bayu meminta agar praktik itu tak diulangi lagi. Ia menilai, praktik semacam itu menyimpang dari undang-undang.

"Sesuatu (praktik) yang baru ketahuan sekarang menyimpangi undang-undang, enggak boleh kemudian sekarang kita ulangi lagi. Toh, proses kan masih jalan, begitu ada peserta yang LHKPN-nya enggak rutin kan coret aja selesai kan, dia kan tidak patuh. Saya yakin kok banyak penyelenggara negara yang daftar dia ada yang rutin lapor LHKPN-nya," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/07/31/07042421/capim-kpk-lapor-harta-kekayaan-sekarang-atau-nanti-ketika-terpilih

Terkini Lainnya

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke