"Ketika terjadi pemutusan kerja, kami bingung sekarang mau seperti apa. Karena sekarang mau usaha juga dalam masa pandemi. Kami mau kerja lagi juga mentok di umur," ucap Rudi kepada wartawan di kantor Komnas HAM.
"Tuntutan kami tidak terlalu besar. Kami hanya menuntut belas kasihan dari para pimpinan kami, karena dalam masa seperti ini (pandemi Covid-19), tanggung jawab kami sebagai tulang punggung keluarga kan berat sekali. Pilihan kami hanya meminta untuk dipekerjakan kembali," lanjutnya.
Rudi mengaku tak pernah mendengar adanya opsi-opsi yang disediakan BRIN agar pegawai-pegawai sepertinya dapat kembali melanjutkan kerja-kerja risetnya sebagai pegawai pemerintah.
Baca juga: Eijkman dan Kisah Heroik Achmad Mochtar yang Dieksekusi Jepang...
Ia menyebut bahwa ia dan kolega-koleganya siap sedia untuk melakukannya, jika opsi untuk melanjutkan pekerjaan mereka memang ada.
"Kalau misalkan disodorkan, apakah kami diajukan untuk menjadi PNS, tentu kami senang sekali," ucap Rudi.
"Apalagi kami sudah mengenal betul medan tempat kami bekerja. Artinya, kami sudah sangat familiar di situ dan kani selalu siap untuk membantu negara dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan riset di instansi kami," tuturnya.
Komnas HAM mendesak negara agar menghargai pengabdian para ilmuwan, tak hanya ilmuwan BPPT.
Sebelum BPPT, Lembaga Eijkman juga bernasib serupa karena puluhan peneliti yang berstatus non-PNS terpaksa angkat kaki imbas peleburan dengan BRIN.
Selain BPPT, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), serta Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) juga dilebur menjadi sebatas organisasi riset di BRIN.
Baca juga: OTT di Awal Tahun, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Kepala Daerah Pertama yang Ditangkap KPK
Batan menjadi Organisasi Riset Tenaga Nuklir, Lapan menjadi Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa, serta BPPT menjadi Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Sementara itu, LIPI menjadi Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati dan Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Kebumian.
"Saya kira, tenaga-tenaga potensial atau sumber daya manusia yang potensial di republik ini harus dihargai sejarahnya dan perannya terhadap riset yang ada di Indonesia," kata Beka.