JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil meminta DPR dan pemerintah menyegerakan proses pembahasan terhadap Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal ini menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas keserentakan pilpres dan pileg.
"Salah satu hal utama yang didorong adalah proses pembahasan Revisi UU Pemilu kita dorong untuk segera dilakukan," ujar Fadli di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (4/3/2020).
Dia menilai, diperlukan waktu cukup panjang untuk membahas revisi UU Pemilu.
Baca juga: Perludem Harap Revisi UU Pemilu Tak Atur Soal Teknis Pemilu
Sebab, revisi nanti harus menyesuaikan dengan poin-poin putusan MK soal keserentakan pemilu.
Sesuai dengan putusannya, MK juga sudah memberikan saran enam model keserentakan pemilu yang bisa dijadikan pedoman pelaksanaan ke depannya.
"Karena itu, agar kita butuh waktu yang cukup panjang agar bisa mensimulasikan banyak pilihan. Dan tentu saja menghitung implikasi teknis dari setiap pilihan-pilihan model pemilu serentak," ungkap Fadli.
Menurut dia, jika pembahasan disegerakan, revisi terhadap peraturan dasar pemilu itu bisa cepat diselesaikan.
Nantinya, peserta pemilu dan pemilih masih punya cukup waktu untuk menyesuaikan dengan sistem pemilu yang ditetapkan pemerintah.
Perludem juga menyarankan agar pembahasan revisi UU Pemilu dilakukan dengan mengkaji sejumlah aturan lain, yakni UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3 dan UU Pemerintahan Daerah.
Baca juga: Ketua KPU: Revisi UU Pemilu Harus Hasilkan Desain Pemilihan yang Murah dan Efisien
Tujuannya, agar aturan dalam produk UU Pemilu hasil revisi tidak tumpang-tindih dengan aturan lain.
Adapun RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam prolegnas prioritas 2020.
Sementara itu, majelis hakim MK menyebutkan bahwa keserentakan pemilihan umum yang diatur di Undang-undang Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.
Artinya, ketiga pemilihan wakil rakyat itu tak bisa dipisahkan satu sama lain.
Hal itu disampaikan majelis hakim saat sidang putusan uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).