Oleh Nasdem, Johnny juga diberikan pendampingan hukum. Mantan anggota DPR RI itu pun mengaku hendak menjadi justice collaborator dalam kasus yang menjeratnya.
Nama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo belakangan disebut-sebut dalam kasus dugaan korupsi di Kementan yang tengah diusut oleh KPK. Terkait kasus ini, KPK sedianya mengundang politisi Partai Nasdem tersebut untuk dimintai keterangan pada Jumat (16/6/2023) pagi.
Namun, Syahrul absen lantaran tengah berada di India guna menghadiri Agriculture Ministers Meeting G20. Setelah India, Syahrul dijadwalkan melawat ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atau China dan Korea Selatan dalam rangka tugas negara.
Baca juga: Lagi di India, Mentan Syahrul Yasin Limpo Tak Hadiri Panggilan KPK
Meski tak hadir memenuhi panggilan, Syahrul mengaku dirinya menghormati proses hukum di KPK. Dia mengatakan telah mengajukan pemeriksaan ulang pada hari Selasa, 27 Juni 2023.
“Kami belum bisa memenuhi undangan KPK hari ini sama sekali bukan karena urusan pribadi, tetapi dalam rangka menjalankan tugas negara,” kata Syahrul dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com dari humas Kementan, Jumat (16/6/2023).
Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu pun meminta publik tidak buru-buru menyimpulkan kasus dugaan korupsi di kementerian yang ia pimpin.
“Saya mengajak, mari kita hormati proses yang berjalan di KPK tersebut dan tidak mengambil kesimpulan yang mendahului proses hukum dan informasi resmi dari KPK,” ucap Syahrul.
Syahrul mengaku, pihaknya mengikuti sejumlah pemberitaan di media massa yang mengaitkan penyelidikan di Kementan dengan persoalan politik. Terkait ini, dia mengatakan akan menghormati proses hukum yang berjalan dengan kerendahan hati.
“Tentu saja dengan tetap berharap dari lubuk hati terdalam semoga ke depan hukum dapat ditegakkan dengan benar,” katanya.
Disebut-sebut berkaitan dengan agenda politik, Kejaksaan Agung dan KPK buka suara. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana membantah tudingan tersebut dan memastikan bahwa langkah Kejagung menetapkan Johnny G Plate sebagai tersangka murni hasil dari penegakan hukum.
"Penetapan tersangka dan penahanan terhadap JGP adalah murni penegakan hukum dan tidak ada unsur politik didalamnya," ujar Ketut dalam keterangannya, Rabu (17/5/2023.
Menurut Ketut, Kejaksaan memiliki kewajiban untuk mengawal proyek strategis nasional, dalam hal ini penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti.
Sementara, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI Kuntadi mengatakan, kasus korupsi di Kominfo bukan tindak pidana biasa. Dia menyebut, dana yang dikeluarkan untuk proyek tersebut senilai Rp 10 triliun.
Akan tetapi, terdapat penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oknum tertentu sehingga mengakibatkan negara rugi hingga Rp 8,32 triliun. Oleh karenanya, Kejagung harus melakukan pengusutan tuntas.
"Kita ingat peristiwa ini ada dana yang digulirkan proyek senilai Rp 10 T sekian, kerugian negaranya Rp 8 T sekian. Nah ini mungkin perlu kita cermati bersama bahwa ini bukan peristiwa pidana biasa," ungkap Kuntadi.