Ia mengaku, memiliki filosofi bahwa hukuman mati boleh dijatuhkan ketika ada orang yang mati akibat sebuah tindak kejahatan.
Menurut dia, hukuman mati bisa tidak dijatuhkan jika keluarga korban sudah ikhlas dan memaafkan pelaku karena dengan demikian konflik yang terjadi sudah selesai.
Kendati demikian, ia berpendapat bahwa hukuman mati dapat pula dijatuhkan dalam kasus-kasus yang sangat melukai hati masyarakat, seperti aksi terorisme yang menewaskan ratusan orang.
Sementara, terkait pidana mati bagi koruptor, seorang calon hakim agung kamar pidana, Prim Haryadi mengaku tidak mempermasalahkannya.
Baca juga: Calon Hakim Agung Prim Haryadi Nilai Tak Ada Salahnya Terapkan Hukuman Mati untuk Koruptor
Menurut Prim, hal itu tidak ada yang salah selama sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Saya berpendapat, tidak ada salahnya dalam perkara tipikor kita terapkan hukuman mati jika syarat-syarat itu terpenuhi," kata Prim.
Hal itu ia sampaikan merujuk pada Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor yang menyatakan hukuman mati bagi pelaku korupsi dapat dijatuhkan dengan keadaan tertentu.
Pidana mati dalam pasal dan ayat tersebut dijelaskan, dapat dijatuhkan jika tindak pidana korupsi dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
"Maka dalam hal seperti ini, menurut hemat saya masih diperlukan pidana mati," ujar Prim.
Baca juga: Calon Hakim Agung Nilai Hukuman Mati Masih Diperlukan dalam Keadaan Khusus
Namun, pendapat berbeda diungkapkan oleh calon hakim agung kamar pidana lainnya, Subiharta. Ia mengaku tak sependapat jika pelaku korupsi dijatuhi hukuman mati.
Menurut dia, hukuman mati tidak menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia. Sebaliknya, pengembalian aset negara yang dikorupsi dinilai lebih penting ketimbang penerapan hukuman mati terhadap koruptor.
"Justru dengan dijatuhi hukuman mati, maka informasi yang berkaitan dengan aset yang dikorupsi dan berbagai informasi tentang tindak pidana yang dilakukan menjadi tertutup. Harta yang dikorupsi belum tentu terselamatkan," kata Subiharta, Senin malam.
Subiharto menyatakan setuju jika hukuman pidana maksimal terhadap koruptor berupa penjara seumur hidup.
Baca juga: Ketua Komisi III Sebut Tak Semua Calon Hakim Agung Bagus