Salin Artikel

Fakta Menarik Fit and Proper Test Calon Hakim Agung, Kasus Ahok hingga Hukuman Mati

Uji kelayakan tersebut digelar maraton sekitar 13 jam, yakni sejak pukul 09.00 WIB hingga berakhir pada pukul 22.00 WIB.

Terdapat 11 nama calon hakim agung yang mengikuti fit and proper test.

Mereka terdiri dari delapan calon hakim agung kamar pidana yakni Dwiarso Budi Santiarso, Yohanes Priyana, Jupriyadi, Aviantara, Suradi, Subiharta, Prim Haryadi, dan Suharto.

Kemudian, dua calon hakim agung kamar perdata yakni Ennid Hasanuddin dan Haswandi, serta satu calon hakim agung kamar militer yaitu Brigjen (TNI) Tama Ulinta Br Tarigan.

Rencananya, nama-nama tersebut dijadwalkan akan menerima keputusan diterima sebagai calon hakim agung atau tidak pada hari ini, Selasa (21/9/2021) melalui rapat pleno Komisi III DPR.

Ada sejumlah fakta menarik yang dirangkum Kompas.com dari uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di Komisi III.

Berikut paparannya:

Tangani kasus Ahok

Calon hakim agung kamar pidana Dwiarso Budi Santiarto menjawab pertanyaan anggota DPR soal pengalamannya menangani berbagai kasus, termasuk kasus penodaan agama yang melibatkan Ahok, 2016 silam.

Dwiarso yang menjadi calon hakim agung nomor urut pertama dalam fit and proper test ini menyatakan, dia hanya berpegang pada hukum acara dan hukum materiil saat sedang menangani perkara.

"Kuncinya begini, Pak, kami tidak menjelaskan secara membahas kasus di sini, tapi intinya setiap memutus atau memeriksa perkara, pedoman saya hukum acara dan hukum materiilnya. Kalau pidana itu hukum acara saya pegang, kemudian dakwaan saya pegang, itu saja," kata Dwiarso.

"Jadi kita tidak akan lari ke mana, insya Allah kita selamat kalau menerapkan hukum acara," ujar dia.

Begitu juga, jika ada kesalahan, Dwiarso mengaku berani menegur jaksa penuntut umum maupun terdakwa dan kuasa hukum.

"Kita harus berlaku adil," ujar pria yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung itu.

Dugaan plagiarisme

Salah seorang calon hakim agung kamar pidana, Yohanes Priyana dinilai melakukan plagiarisme dalam makalah yang dibuat untuk uji kelayakan dan kepatutan.

Hal itu disebut oleh anggota Komisi III DPR Ichsan Soelistio saat menilai makalah yang dibuat Yohanes. Ichsan menyebut, makalah itu tak memiliki catatan kaki sehingga dicurigai plagiarisme.

"Kami menemukan dalam makalah bapak halaman tiga yang saya pikir tadi minta waktu untuk diklarifikasi saya pikir bapak mau memberikan catatan kaki pada paragraf kedua tersebut, bapak hanya minta ditambahkan berupa kata surat," ujar Ichsan.

Ichsan mengatakan, sebelumnya Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir sudah mengingatkan semua calon untuk selalu memberikan catatan kaki apabila mengutip buku atau jurnal.

Namun, Yohanes belum memberikan respons terkait dugaan plagiarisme tersebut lantaran waktu sudah habis untuk menjawab pertanyaan lainnya.

Soal hukuman mati

Sejumlah calon hakim agung kamar pidana mendapat pertanyaan soal penerapan pidana mati bagi pelaku tindak pidana berat.

Salah seorang calon hakim agung kamar pidana, Suradi berpandangan, penerapan pidana mati tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) seseorang karena hukuman itu dapat dijatuhkan untuk kasus-kasus tertentu sebagaimana diatur undang-undang.

"Tindak pidana-tindak pidana tertentu yang sangat menyakitkan masyarakat misalnya terorisme, bom sampai ratusan orang meninggal dan seterusnya, ya tentunya kalau undang-undang mengizinkan itu artinya kalaupun itu dijatuhi hukuman mati dan seterusnya juga tidak melanggar HAM karena ada yang melegalkan," kata Suradi, Senin.

Menurut dia, hukuman mati bisa tidak dijatuhkan jika keluarga korban sudah ikhlas dan memaafkan pelaku karena dengan demikian konflik yang terjadi sudah selesai.

Kendati demikian, ia berpendapat bahwa hukuman mati dapat pula dijatuhkan dalam kasus-kasus yang sangat melukai hati masyarakat, seperti aksi terorisme yang menewaskan ratusan orang.

Sementara, terkait pidana mati bagi koruptor, seorang calon hakim agung kamar pidana, Prim Haryadi mengaku tidak mempermasalahkannya.

Menurut Prim, hal itu tidak ada yang salah selama sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Saya berpendapat, tidak ada salahnya dalam perkara tipikor kita terapkan hukuman mati jika syarat-syarat itu terpenuhi," kata Prim.

Hal itu ia sampaikan merujuk pada Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor yang menyatakan hukuman mati bagi pelaku korupsi dapat dijatuhkan dengan keadaan tertentu.

Pidana mati dalam pasal dan ayat tersebut dijelaskan, dapat dijatuhkan jika tindak pidana korupsi dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

"Maka dalam hal seperti ini, menurut hemat saya masih diperlukan pidana mati," ujar Prim.

Namun, pendapat berbeda diungkapkan oleh calon hakim agung kamar pidana lainnya, Subiharta. Ia mengaku tak sependapat jika pelaku korupsi dijatuhi hukuman mati.

Menurut dia, hukuman mati tidak menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia. Sebaliknya, pengembalian aset negara yang dikorupsi dinilai lebih penting ketimbang penerapan hukuman mati terhadap koruptor.

"Justru dengan dijatuhi hukuman mati, maka informasi yang berkaitan dengan aset yang dikorupsi dan berbagai informasi tentang tindak pidana yang dilakukan menjadi tertutup. Harta yang dikorupsi belum tentu terselamatkan," kata Subiharta, Senin malam.

Subiharto menyatakan setuju jika hukuman pidana maksimal terhadap koruptor berupa penjara seumur hidup.


Empat kali daftar

Seorang calon hakim agung kamar pidana, Suharto mengungkapkan pengalamannya mengikuti seleksi calon hakim agung lebih dari satu kali.

Suharto mengatakan, kali pertama dirinya mendaftar calon hakim agung yaitu pada tahun 2017. Tahun ini merupakan tahun keempat dirinya mendaftar calon hakim agung.

"Memang saya daftar hakim agung itu empat kali. Pertama kali itu tahun 2017 waktu saya menjadi panitera muda pidana umum. Itu administrasi lolos, kualitas lolos, tahap tiga saya tidak lolos," kata Suharto, Senin malam.

Suharto merupakan calon hakim agung nomor urut terakhir yang diuji dalam fit and proper test.

Meski gagal pada tahun 2017, Suharto kembali mencoba pada tahun berikutnya. Namun, saat itu ia juga tak lolos, tepatnya pada tahapan kualitas.

Suharto mengungkap motivasinya tak menyerah mendaftar calon hakim agung lebih dari satu kali. Hal ini lantaran dirinya ingin menjadi 'koki' Mahkamah Agung (MA).

"Saya punya keinginan jadi "koki". Karena seluruh salinan putusan Mahkamah Agung yang kamar pidana, saya yang menandatangani. Jadi saya, masakan Hakim Agung yang agak pedas, yang kemanisan, saya yang tandatangani salinan putusan," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/21/08540051/fakta-menarik-fit-and-proper-test-calon-hakim-agung-kasus-ahok-hingga

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke