JAKARTA, KOMPAS.com - Calon Hakim Agung Kamar Pidana, Suradi, menilai hukuman mati masih perlu diberlakukan.
Namun, ia mengatakan, pidana mati sebaiknya diterapkan pada pidana khusus atau tertentu dan syarat penerapannya diperketat.
Hal itu ia ungkapkan dalam Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung Tahun 2021 yang digelar oleh Komisi Yudisial (KY) dan disiarkan secara daring, Selasa (3/8/2021).
Sebelumnya KY mengumumkan 24 calon hakim agung yang lolos seleksi kesehatan serta assesmen kepribadian dan rekam jejak. Seleksi dilakukan dalam merespons permohonan dari Mahkamah Agung (MA) untuk memenuhi kekosongan 13 posisi hakim agung.
Baca juga: KY Umumkan 24 Calon Hakim Agung yang Lolos ke Tahapan Wawancara
Dalam proses wawancara, Suradi menjawab pertanyaan salah satu panelis terkait kemandirian bagi Indonesia ketika berhadapan dengan keinginan dari negara lain. Contohnya, terkait penerapan pidana mati untuk warga negara asing (WNA).
Ketika WNA dijatuhi hukuman mati, pemerintah negara asal berkeinginan pidana tersebut tidak dilaksanakan terhadap warganya.
"Menurut hemat saya pidana mati ini masih diperlukan. Begitu juga dalam konsep KUHP memang masih diperlukan, tetapi dibuat dalam keadaan yang khusus," kata Suradi.
Suradi menyadari penerapan hukuman mati menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Jika dilihat dari prinsip hak asasi manusia, maka sepatutnya hukuman mati dihapuskan.
Terkait pertentangan itu, Suradi berpandangan, hukuman mati tetap diberlakukan untuk pidana tertentu atau khusus, bukan pidana umum.
"Dan syaratnya memang agak berat untuk bisa menentukan atau menjatuhkan pidana mati," ucap dia.
Baca juga: Seleksi Hakim Agung, KY Tak Loloskan Hakim yang Vonis Banding Pinangki dan Djoko Tjandra
Adapun penghapusan hukuman mati telah diatur dalam Protokol Optional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.
Sementara pemerintah dan DPR tetap sepakat mengatur soal hukuman mati dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Hukuman mati tak lagi masuk sebagai pidana pokok, melainkan pidana alternatif.
Meski demikian ketentuan tersebut tetap mendapatkan kritik dari kalangan masyarakat sipil dan akademisi hukum pidana.
Dalam proses pembahasan, pidana mati sempat ditetapkan sebagai alternatif atau upaya terakhir dalam pencegahan tindak pidana dan pengayoman masyarakat.
Kemudian, diatur pula syarat hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan.
Baca juga: MA Berlakukan WFH untuk Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Selama PPKM Darurat
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.