Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Hakim Agung Nilai Hukuman Mati Masih Diperlukan dalam Keadaan Khusus

Kompas.com - 03/08/2021, 13:20 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon Hakim Agung Kamar Pidana, Suradi, menilai hukuman mati masih perlu diberlakukan.

Namun, ia mengatakan, pidana mati sebaiknya diterapkan pada pidana khusus atau tertentu dan syarat penerapannya diperketat.

Hal itu ia ungkapkan dalam Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung Tahun 2021 yang digelar oleh Komisi Yudisial (KY) dan disiarkan secara daring, Selasa (3/8/2021).

Sebelumnya KY mengumumkan 24 calon hakim agung yang lolos seleksi kesehatan serta assesmen kepribadian dan rekam jejak. Seleksi dilakukan dalam merespons permohonan dari Mahkamah Agung (MA) untuk memenuhi kekosongan 13 posisi hakim agung.

Baca juga: KY Umumkan 24 Calon Hakim Agung yang Lolos ke Tahapan Wawancara

Dalam proses wawancara, Suradi menjawab pertanyaan salah satu panelis terkait kemandirian bagi Indonesia ketika berhadapan dengan keinginan dari negara lain. Contohnya, terkait penerapan pidana mati untuk warga negara asing (WNA).

Ketika WNA dijatuhi hukuman mati, pemerintah negara asal berkeinginan pidana tersebut tidak dilaksanakan terhadap warganya.

"Menurut hemat saya pidana mati ini masih diperlukan. Begitu juga dalam konsep KUHP memang masih diperlukan, tetapi dibuat dalam keadaan yang khusus," kata Suradi.

Suradi menyadari penerapan hukuman mati menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Jika dilihat dari prinsip hak asasi manusia, maka sepatutnya hukuman mati dihapuskan.

Terkait pertentangan itu, Suradi berpandangan, hukuman mati tetap diberlakukan untuk pidana tertentu atau khusus, bukan pidana umum.

"Dan syaratnya memang agak berat untuk bisa menentukan atau menjatuhkan pidana mati," ucap dia.

Baca juga: Seleksi Hakim Agung, KY Tak Loloskan Hakim yang Vonis Banding Pinangki dan Djoko Tjandra

Adapun penghapusan hukuman mati telah diatur dalam Protokol Optional Kedua pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Sementara pemerintah dan DPR tetap sepakat mengatur soal hukuman mati dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Hukuman mati tak lagi masuk sebagai pidana pokok, melainkan pidana alternatif.

Meski demikian ketentuan tersebut tetap mendapatkan kritik dari kalangan masyarakat sipil dan akademisi hukum pidana.

Dalam proses pembahasan, pidana mati sempat ditetapkan sebagai alternatif atau upaya terakhir dalam pencegahan tindak pidana dan pengayoman masyarakat.

Kemudian, diatur pula syarat hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.

Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan.

Baca juga: MA Berlakukan WFH untuk Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Selama PPKM Darurat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah 'Clear', Diserahkan pada Ketua Umum

Soal Bakal Oposisi atau Tidak, PDI-P: Sudah "Clear", Diserahkan pada Ketua Umum

Nasional
Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Jokowi Targetkan Negosiasi Kepemilikan Saham PT Freeport Selesai Juni 2024

Nasional
Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal 'Drop' di Yordania

Indonesia Kirim Bantuan untuk Palestina Lewat Udara, TNI Bakal "Drop" di Yordania

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com