JAKARTA, KOMPAS.com – Jalan panjang dan berliku mesti dilewati penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Novel dikenal kritis dan tak ragu menyampaikan sikap meskipun kadang tak sejalan dengan pimpinan KPK.
Lahir di Semarang 22 Juni 1977, pria lulusan Akademi Kepolisian tahun 1998 ini bergabung dengan lembaga antirasuah pada tahun 2007 karena ditugaskan oleh Mabes Polri.
Tujuh tahun berselang, Novel baru diangkat sebagai penyidik tetap KPK.
Novel tercatat menangani beberapa kasus mega korupsi, bahkan yang terjadi di tubuh kepolisian.
Ia terlibat dalam pengungkapan kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan sejumlah pejabat kepolisian pada tahun 2012.
Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo dan Wakilnya Brigjen (Pol) Didik Purnomo adalah dua nama pejabat yang tersandung kasus tersebut.
Djoko Susilo kemudian divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Di tingkat banding, majelis hakim justru memberatkan vonis Djoko Susilo menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Novel juga ikut serta dalam penetapan tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan pada tahun 2015.
Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK atas dugaan transaksi mencurigakan atau tak wajar.
Saat itu, Budi Gunawan merupakan calon tunggal Kepala Kepolisian RI yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi.
Baca juga: Pegawai KPK yang Tak Lulus TWK Ditawari Kerja di BUMN, Novel Baswedan Nilai Penghinaan
Meski memenangkan praperadilan dan telah dianggap bersih, Budi gagal dilantik menjadi Kapolri karena menuai perdebatan publik.
Novel juga turut dalam penyelidikan membongkar kasus suap yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Ia juga aktif dalam penyelidikan kasus suap beberapa pilkada dengan terpidana mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar pada tahun 2013.