Adapun, tujuan pemutaran video untuk menjelaskan kepada hakim konstitusi bahwa dalam rapat tersebut DPR telah mengancam menggunakan kewenangannya terhadap KPK, dalam hal ini kewenangan hak angket.
"(Di salah satu rekaman, -red) Di menit 16 sampai dengan selesai, menjelaskan ancaman anggota dewan untuk menggunakan hak angket dan lain-lain dalam upaya meminta rekaman miryam S Haryani," kata salah seorang pemohon kepada ketua MK, Arief Hidayat, di persidangan.
Permohonan pengujian materiil terkait hak angket diajukan oleh sejumlah pihak di antaranya, permohonan nomor perkara 40/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh beberapa pegawai KPK.
Kemudian, permohonan nomor perkara 47/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK.
Selain itu, pemohon dengan nomor perkara 36/PUU-XV/2017, yakni gabungan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, serta pemohon dengan nomor perkara 37/PUU-XV/2017, yakni Direktur Eksekutif Lira Institute, Horas AM Naiborhu.
Secara umum, para pemohon mempersoalkan batas kewenangan hak angket DPR.
Menurut para pemohon, ketentuan hak angket yang tertuang dalam Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) hanya bisa ditujukan terhadap pemerintah, bukan KPK.
Sebab, KPK merupakan lembaga negara atau lembaga independen. Oleh karena itu, tidak bisa dikenakan hak angket.