JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko S Ginting menilai, laporan sementara yang dikeluarkan panitia kusus hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa dianggap langkah membenahi KPK.
Isi laporan tersebut, kata Miko, cenderung mencari-cari kesalahan KPK daripada mengevaluasi penegak hukum.
"Faktor konflik kepentingan dan kesan mencari-cari kesalahan KPK telah tampak begitu kuat dalam kerja-kerja Pansus selama ini," ujar Miko dalam siaran pers, Kamis (28/9/2017).
Pansus Hak Angket mencatat sebelas temuan dalam laporan sementara. Poin tersebut antara lain KPK dianggap lembaga superbody yang tidak siap dan bersedia dikritik dan diawasi, infependrnsi KPK dianggap berpotensi terjadinya abuse of power, dianggap belum patuh pada asas kepastian hukum.
KPK juga dianggap tak memiliki keterbukaan akuntabilitas kepentingan umum dan proporsionalitas, hingga dianggap tak berpedoman pada KUHP dan mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia bagi para pihak yang menjalani pemeriksaan.
(Baca: Dukung Perpanjangan Masa Kerja Pansus, Parpol Lupakan Rakyat)
Miko berpendapat, sejak awal pansus salah menjadikan KPK sebagai objek pelaksanaan hak angket. Padahal, KPK adalah lembaga independen yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"Perlu dipahami bahwa hak angket, hak interpelasi, dan hak menyatakan pendapat merupakan tiga hak DPR yang dilaksanakan khusus dalam rangka fungsi pengawasan DPR terhadap pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif," kata Miko.
Pansus juga mempermasalahkan wadah pegawai KPK yang dianggap bisa mengintervensi pimpinan. Miko mengatakan, temuan tersebut tidak beralasan karena fungsi wadah pegawai pada umumnya sama dengan institusi lainnya.
Sebagaimana tercantum dalam PP No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen dan Sumber Daya Manusia KPK, Wadah Pegawai KPK memiliki Dewan Pertimbangan Pegawai yang bertugas memberikan rekomendasi kepada Pimpinan KPK mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.
(Baca: Lagi, Drama "Walk Out" Sidang Paripurna Pansus Angket KPK)
"Artinya, fungsi penyampaian rekomendasi kepada Pimpinan KPK bukan merupakan bentuk melampaui kewenangan karena memang telah dimandatkan oleh PP tersebut untuk dilaksanakan oleh Wadah Pegawai KPK," kata Miko.
Miko menduga, melalui temuan pansus, DPR berusaha mendeligitimasi wadah pegawai KPK. Diketahui, wadah pegawai KPK mengajukan permohonan pengujian terhadap Pasal 79 ayat (3) UU MD3 terkait keabsahan KPK sebagai objek pelaksanaan hak angket DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Jika MK mengabulkan permohonan itu, maka Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK kehilangan legitimasinya.
Di samping itu, pansus hak angket juga menilai KPK kurang menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi dengan kepolisian dan kejaksaan.