JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi terpilih, Arsul Sani, mengaku pasrah jika dirinya tak diizinkan oleh hakim lain untuk terlibat dalam menangani sengketa pemilihan presiden atau pilpres.
Ia menyerahkan keputusan kepada delapan hakim lain, apakah dirinya boleh turut mengadili dan memutus sengketa pilpres atau tidak.
Hal itu berkaitan dengan statusnya sebagai mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ia baru mengundurkan diri dari partai berlambang Kabah itu setelah terpilih sebagai hakim konstitusi.
Adapun PPP mendukung pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Pilpres 2024.
"Saya akan menyerahkan soal pilpres itu, karena saya bagaimana pun itu mantan politisi, kepada delapan Yang Mulia yang lain," ujar Arsul di Gedung MK, Rabu (10/1/2024).
"Jadi tidak boleh saya yang ngotot atau apa, tapi biarkan delapan Yang Mulia lain itu yang memutuskan, apakah saya bisa (terlibat) dalam pemeriksaan, atau ikut salam pemeriksaan tapi tidak ikut memutuskan, itu biar Yang Mulia," jelasnya.
Baca juga: Jadi Hakim MK, Arsul Sani Minta Tak Adili Sengketa yang Libatkan PPP
Arsul yang dipilih DPR sebagai hakim konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams yang pensiun per 17 Januari itu, secara khusus telah meminta agar tidak dilibatkan sama sekali dalam sengketa pileg menyangkut PPP.
"Kalau soal pileg jelas. Kalau soal pilpres, saya menyerahkan, karena kan berbeda. Kenapa kok berbeda? Kalau pileg itu kan menyangkut langsung, misalnya terutama pemohon, itu kantor PPP. Tapi kalau pilpres, kalau dari kacamata kepartaian, kan tidak ada," jelas Arsul.
Arsul tak menjawab tegas, mengapa dirinya tidak secara spesifik meminta tak terlibat mengadili sengketa pilpres.
Baca juga: Arsul Sani Jadi Hakim MK, DPR Diingatkan Tak Intervensi Kekuasaan Kehakiman
Ia hanya berujar bahwa PPP dalam posisi tidak bisa mengelak dari kewajiban undang-undang bahwa sebagai peserta pemilu sebelumnya, PPP mesti mengusung calon presiden dan wakil presiden.
"Yang paling penting buat saya, posisi saya adalah saya tidak boleh menentukan peran saya itu berdasarkan mau saya, tetapi harus sistem yang berlaku, aturan yang berlaku di sini, yang harus diterapkan," terang Arsul yang akan mengundurkan diri dari partai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.