KOMPAS.com - Lembaga filantropi Islam Dompet Dhuafa terus berupaya membantu pemerintah menanggulangi stunting, deteksi penyakit tidak menular, hingga meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
Salah satu upaya itu diwujudkan melalui program Bidan Untuk Negeri (BUN) melalui Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC).
Program pemberdayaan itu tidak hanya membantu pelayanan kesehatan masyarakat, tetapi juga menghasilkan sosok-sosok inspiratif, salah satunya adalah Ayu Widianti (29).
Dia adalah bidan asal Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel) yang tengah mengemban amanah di Desa Tanjung Mas, Kecamatan Rantau Alai, Kabupaten Ogan Ilir.
Sejak 2022, Ayu merantau di Tanjung Mas untuk mengikuti program BUN hingga akhir 2024.
Baca juga: Suarakan Kemerdekaan Palestina, Dompet Dhuafa Sulsel Bersama MAN Gelar Sound of Humanity
Selama pengabdiannya itu, Ayu pernah mengalami momen-momen menarik, salah satunya ketika menangani ibu hamil di pedesaan yang masih terbiasa melahirkan sendiri.
Asal tahu saja, masyarakat di tempat tersebut hanya memanggil tenaga kesehatan (nakes) atau bidan dalam keadaan emergency saat melahirkan.
Makanya tak heran, Ayu pernah mendapati seorang ibu yang sedang memeriksa kehamilan dan belum ada pembukaan. Namun, saat diperiksa lagi, ternyata tali pusatnya sudah keluar atau menumbung dan melintang.
“Yang dikhawatirkan itu masyarakat walau ramai, tetapi belum tahu betul apakah ini kondisi emergency dan harus dirujuk atau tidak,” katanya dalam siaran pers, Selasa (30/4/2024).
Mengingat di sana belum ada ambulans, sang ibu selamat, tetapi janinnya tidak.
“Jadi, aku lebih meningkatkan kelas ibu hamil di sini. Pernah juga saat itu tengah malam, sedang hujan, ada emergency. Mau enggak mau harus kami rujuk ke Palembang. Itu jauh dan terdekat lewat jalur sungai,” katanya.
Untuk kasus lainnya, Ayu bercerita pernah menangani ibu melahirkan saat ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Karhutla lagi parah kabut tebal lewat jalur sungai, sampai akhirnya ada yang melahirkan di perahu ukuran sempit dan penerangan seadanya,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, kata dia, ibu hamil yang datang kepadanya sulit untuk evakuasi. Pasalnya, ibu hamil yang biasanya berpostur yang biasanya besar dan hanya dampingi suami sampai di pelabuhan membuatnya sulit dievakuasi.
“Ya, inilah tantangan di daerah pedalaman. Ini yang paling saya ingat,” ujarnya.
Ayu mengatakan, dengan situasi seperti itu, dia sama sekali tidak merasa sebagai pahlawan. Sebaliknya, dia malah berpikir bahwa sang pasien harus selamat bagaimana pun caranya.
Dia sadar betul bahwa situasi di lapangan, tantangan saat darurat, dan kondisi pasien berbeda-beda. Jadi hanya satu yang jadi prinsipnya, yakni bekerja dengan sepenuh hati.
Baca juga: Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina
“Pokoknya selamat dulu, tidak mikirin yang lain lagi. Entah karena dorongan apa, sudah makan atau belum, pakai sendal jepit, kalau saya enggak peduli, yang penting saya tolong dulu,” ujarnya sambil tertawa.
Meski demikian, Ayu menyadari setiap situasi berbeda-beda sehingga dia ingin melakukan yang terbaik saja dan sepenuh hati.
Adapun salah satu faktor program BUN hadir di Desa Tanjung Mas adalah karena desa ini merupakan lokasi tinggi stunting.
Hasil analisis Ayu menyebutkan, Desa Tanjung Mas memiliki sekitar 20 anak stunting dengan satu anak terindikasi down syndrome.
“Kalau anak down syndrome dan stunting jadi mudah sakit, tidak bisa diatasi dengan makanan, harus pengobatan rujuk ke puskesmas kemudian ke rumah sakit,” katanya.
Baca juga: Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat
Dia mengantarkan anak tersebut ke rumah sakit (RS). Pasalnya jika tidak diantar ke RS, terkadang anak tersebut tidak berobat mengingat kondisi ekonomi keluarga yang kekurangan.
“Nah, kami (LKC) juga ada layanan Pos Gizi yang sudah setahun ini bergulir di sini. Alhamdulillah sekarang stunting berkurang dari 20 anak sekarang hanya lima anak. Edukasi perilaku merubah mindset ini yang terpenting,” jelas Ayu.
Ayu menceritakan awal penempatannya di Desa Tanjung Mas. Dia mengaku khawatir dan takut berada di tempat baru, apalagi bertugas seorang diri di wilayah pedalaman.