Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK, Dendam yang Terus Membara

Kompas.com - 15/02/2016, 07:39 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setidaknya ada empat upaya pelemahan yang selama ini dilakukan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut diungkapkan pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.

Pertama, melalui upaya hukum, antara lain judicial review Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan juga proses praperadilan di pengadilan negeri yang dapat membatalkan ketetapan tersangka.

Kedua, kriminalisasi komisioner dan pelaksana. Contohnya Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta Abraham Samad dan Bambang Widjojanto di era Presiden Joko Widodo.

Penyidik KPK Novel Baswedan malah lebih tragis. Di era kedua presiden itu kasus lamanya 'diobok-obok' kembali.

Ketiga, perebutan penanganan perkara. Hal itu terjadi pada kasus Anggodo dan Djoko Susilo. Dan yang keempat, perubahan regulasi di DPR RI melalui revisi UU KPK.

(Baca: Sikap Tegas Jokowi soal Revisi UU KPK Dinanti)

"Lahirnya KPK juga ikut melahirkan resistensi dari beberapa pihak, terutama pihak yang paling dirugikan. Resistensi ini kemudian melahirkan upaya pelemahan sepanjang hidup KPK, termasuk saat ini. Revisi UU KPK ini ibarat dendam yang terus membara," ujar Fickar di Sekretariat Indonesia Corruption Watch, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (14/2/2016).

Fickar menyebut pihak-pihak yang disasar KPK adalah pelaku pelemahan terhadap lembaga pemberantas korupsi itu.

Dalam konteks saat ini, Fickar melihat upaya pelemahan dilakukan pemerintah dan DPR RI. Kedua unsur tersebut bersinergi 'mempreteli' kewenangan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal itu terlihat dari poin-poin yang diusulkan untuk direvisi.

Empat substansi yang hendak direvisi, yakni penggunaan wewenang SP3, dibentuknya dewan pengawas KPK, penyadapan mesti seizin dewan pengawas dan meniadakan perekrutan penyidik dan penyelidik independen.

"Jika ada yang bilang revisi UU KPK ini justru memperkuat kewenangan KPK, saya rasa itu hanya mengelabui saja," ujar Fickar.

Bedah substansi revisi

Membicarakan revisi UU KPK tidak lagi soal melemahkan atau menguatkan. Kelompok yang menolak revisi UU KPK pun membedah satu per satu pasal yang dianggal melemahkan KPK dalam revisi undang-undang itu.

Salah satu yang disoroti adalah keberadaan dewan pengawas misalnya. Menurut Fickar, usulan ini adalah kesesatan dalam berfikir. Sebab, dewan pengawas yang diusulkan dilantik oleh Presiden bukan bagian dari unsur penegak hukum yang mempunyai fungsi yudisial. Keberadaannya malah berpotensi mengintervensi kerja KPK.

"Mekanisme hukum untuk mengawasi itu telah tersedia. Salah satunya oleh DPR. Secara yuridis pun, ada mekanisme kontrol KPK, yaitu lewat praperadilan, judicial review dan lain-lain," ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com