Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Sebut KPK Berencana Pulangkan Pejabat yang Bikin Kasus Macet ke Instansi Asal, tapi Gagal

Kompas.com - 02/07/2024, 11:13 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut sudah berencana memulangkan seorang pejabat di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi ke instansi asal karena membuat banyak kasus korupsi macet.

Namun, rencana itu batal terlaksana karena instansi asal pejabat tersebut lebih dulu mengirimkan surat perpanjangan penugasan di KPK.

"Pejabat tersebut disinyalir memiliki permasalahan serius, khususnya berkenaan dengan upaya menghambat banyak perkara," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya dalam keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (2/7/2024).

Informasi ini Diky sampaikan guna merespons pengakuan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menjelaskan sulitnya memberantas korupsi saat menghadiri rapat dengan Komisi III DPR RI.

Baca juga: ICW Sebut Orang-Orang Kompeten Trauma dengan Pelemahan KPK 2019

Di antaranya karena persoalan sumber daya manusia (SDM). Tidak sedikit penyidik atau penyelidik disebut memiliki loyalitas ganda, yakni ke instansi asal mereka.

Adapun pegawai KPK banyak berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung. Mereka berdinas di KPK dengan skema Pegawai Negeri yang Dipekerjakan (PNYD).

"Alexander Marwata mengatakan ada fenomena loyalitas ganda dari penyelidik, penyidik, maupun penuntut umum di KPK," ujar Diky.

Diky mengatakan, loyalitas ganda penyidik dan penyelidik merupakan masalah klasik. Pimpinan KPK kerap kali tidak memiliki cukup pengaruh untuk mengendalikan para PNYD itu.

Padahal, kata Diky, persoalan itu bisa diatasi jika Pimpinan KPK merekrut penyidik dan penyelidik sendiri. Dengan demikian, penyidik atau penyelidik KPK bukan dari kepolisian maupun kejaksaan.

Baca juga: KPK Blak-blakan Akui Ada Persoalan Hubungan dengan Polri dan Kejagung

Kewenangan merekrut penyidik dan penyelidik sendiri ini diatur dalam Pasal 43 dan Pasal 45 UU KPK.

"Jadi, dengan menjalankan ketentuan ini secara maksimal, ke depan KPK tidak lagi bergantung pada pegawai dari lembaga penegak hukum lain," jelas Diky.

Keberadaan pegawai dari luar KPK itu yang kemudian dinilai membuka pintu masuk intervensi ke internal KPK yang mengakibatkan, di antaranya, proses penanganan korupsi macet.

Kasus dugaan suap dan gratifikasi eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamnekumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy, misalnya, yang sampai saat ini tak kunjung kembali menjadi tersangka.

"Kami mencurigai bahwa terdapat pejabat struktural di kedeputian penindakan yang sengaja menghambat penanganan perkara tersebut," tutur Diky.

Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan Alex mengungkap beberapa pegawai KPK yang tunduk ke instansi asal mereka.

Baca juga: Ketua KPK Akui PR Besar Penggantinya Koordinasi dengan Polri dan Kejagung jika Ada yang Ditangkap

Informasi serupa juga pernah diungkapkan Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo.

Menurut Agus, para pegawai itu justru loyalitas ke Polri, Jaksa Agung, hingga Badan Intelijen Negara (BIN).

"Penyidik itu nanti ada yang tunduknya kepada Kapolri, ada yang tujuannya kepada Kejaksaan. Bukan hanya Kapolri loh, Wakapolri, terus kemudian ada yang dari BIN (Badan Intelijen Negara),” kata Agus dalam diskusi daring di YouTube Sahabat ICW, Minggu (12/5/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kapolda Sumbar Persilahkan Keluarga Otopsi Ulang Jenazah Afif Maulana

Kapolda Sumbar Persilahkan Keluarga Otopsi Ulang Jenazah Afif Maulana

Nasional
Profil Semuel Pangerapan, Pakar Internet yang Mundur dari Dirjen Aptika Kemenkominfo Imbas Peretasan PDNS

Profil Semuel Pangerapan, Pakar Internet yang Mundur dari Dirjen Aptika Kemenkominfo Imbas Peretasan PDNS

Nasional
Wapres Nilai Kasus Hasyim Asy'ari Coreng Nama KPU

Wapres Nilai Kasus Hasyim Asy'ari Coreng Nama KPU

Nasional
Wapres Dorong Inovasi Teknologi Akuakultur dengan Konsep Ekonomi Biru

Wapres Dorong Inovasi Teknologi Akuakultur dengan Konsep Ekonomi Biru

Nasional
Ketua KPU Dipecat, Wapres: Pelajaran Penting Jaga Moral dan Integritas

Ketua KPU Dipecat, Wapres: Pelajaran Penting Jaga Moral dan Integritas

Nasional
Revisi UU Polri Dinilai Memberikan Kewenangan Besar dengan Pengawasan Minim

Revisi UU Polri Dinilai Memberikan Kewenangan Besar dengan Pengawasan Minim

Nasional
Bulog Jelaskan soal Dugaan 'Mark Up' Harga Impor Beras

Bulog Jelaskan soal Dugaan "Mark Up" Harga Impor Beras

Nasional
DPR Gelar Rapat Paripurna: Hadir 64 Orang, 228 Anggota Izin

DPR Gelar Rapat Paripurna: Hadir 64 Orang, 228 Anggota Izin

Nasional
Fakta Pemecatan Ketua KPU: Pakai Relasi Kuasa dan Fasilitas Negara untuk Berbuat Asusila

Fakta Pemecatan Ketua KPU: Pakai Relasi Kuasa dan Fasilitas Negara untuk Berbuat Asusila

Nasional
Bulog dan Bapanas Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan 'Mark Up' Impor Beras Rp 2,7 Triliun

Bulog dan Bapanas Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan "Mark Up" Impor Beras Rp 2,7 Triliun

Nasional
Ketua KPU Dipecat karena Kasus Asusila, PP Muhammadiyah: Keputusan DKPP Sudah Tepat

Ketua KPU Dipecat karena Kasus Asusila, PP Muhammadiyah: Keputusan DKPP Sudah Tepat

Nasional
5 RUU “Nyelak” di Ujung Pemerintahan Jokowi, untuk Lemahkan Pengawasan Rakyat?

5 RUU “Nyelak” di Ujung Pemerintahan Jokowi, untuk Lemahkan Pengawasan Rakyat?

Nasional
Usai Putusan DKPP, Korban Asusila Hasyim Asy'ari Belum Putuskan Ambil Langkah Pidana

Usai Putusan DKPP, Korban Asusila Hasyim Asy'ari Belum Putuskan Ambil Langkah Pidana

Nasional
Kunker ke Sulawesi Selatan, Jokowi Akan Tinjau Program Pompanisasi

Kunker ke Sulawesi Selatan, Jokowi Akan Tinjau Program Pompanisasi

Nasional
Manusia Indonesia dan Hasyim Asy'ari yang Bersyukur Dipecat DKPP

Manusia Indonesia dan Hasyim Asy'ari yang Bersyukur Dipecat DKPP

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com