JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan mengumumkan mengundurkan diri dari jabatannya.
Pengumuman itu ia sampaikan dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kemenkominfo, Kamis (4/7/2024).
Pria yang akrab disapa Semmy itu mengatakan insiden serangan ransomware di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya menjadi alasan pengunduran dirinya.
"Ini merupakan tanggung jawab moral saya, karena secara teknis, masalah PDN ini seharusnya bisa saya tangani dengan baik," ujar Semmy.
Berikut profil Semuel Pangerapan:
Semmy di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 27 Desember 1964.
Ia menempuh pendidikan S1 di Fresno State University of California, Amerika Serikat.
Di sini, ia mengambil Jurusan Adiministrasi Bisnis dan Pengelolaan Informasi.
Pada jenjang berikutnya, ia mengambil Jurusan Manajemen di Universitas Pancasila, Jakarta.
Semmy merupakan seorang pakar internet yang pernah aktif di sejumlah organisasi. Antara lain Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) dan Anggota Dewan Pengawas Peruri.
Baca juga: Mensos Sebut Data DTKS Penerima Bansos Aman dari Peretasan PDN
Dikutip dari laman hukumonline.com, Semmy menjabat Dirjen Aptika Kemenkominfo sejak 2016.
Dalam perannya di pemerintahan, ia berfokus untuk melakukan digital transformation pada tiga bidang yaitu masyarakat, bisnis, dan pemerintah melalui program pengembangan aplikasi informatika.
Semmy mengumumkan pengunduran dirinya setelah delapan tahun mengabdi di Kemenkominfo.
"Setelah delapan tahun di Kominfo, saya rasa ini waktunya untuk berpisah. Saya menyatakan bahwa per tanggal 1 Juli kemarin, saya sudah mengajukan pengunduran diri saya secara lisan kepada bapak Menteri," kata Semmy.
"Surat pengunduran diri juga sudah saya kirimkan di hari yang sama dan sudah saya serahkan ke bapak Menteri," imbuhnya.
Pengumuman mundurnya Semmy dilakukan setelah Brain Cipher, hacker yang diyakini bertanggungjawab atas insiden peretasan PDNS 2 Surabaya, merilis dekriptor atau kunci enkripsi, sesuai janji mereka.
Baca juga: Komnas HAM Minta Aparat Usut Peretasan PDN Secara Transparan
Brain Cipher juga memerlukan konfirmasi resmi dari pemerintah bahwa kunci itu bisa digunakan. Setelahnya, mereka baru akan menghapus data.
Diketahui, insiden peretasan PDNS 2 terjadi pada pertengahan Juni 2024 lalu. Hacker meminta tebusan 8 juta dollar AS (sekitar Rp 131 miliar). Namun, pemerintah mengatakan menolak membayar tebusan tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.