JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai Revisi Undang-Undang (RUU) Polri yang sedang dilakukan hanya memberikan kewenangan yang besar kepada jajaran Korps Bhayangkara.
Menurut Bivitri, revisi tersebut juga kurang mengatur soal pengawasan terhadap Polri.
“Reformasi kepolisian memang diperlukan, kita semua setuju itu cuma revisi undang-undang yang saat ini tengah dilakukan, sebenarnya bukan dalam konteks reformasi tapi semata justru memberikan kewenangan yang besar sekali dengan pengawasan yang minim,” kata Bivitri di YouTube PSHK Indonesia, Rabu (3/7/2024).
Bivitri menambahkan, dirinya tidak terlalu menyoal tentang kewenangan Polri yang besar, namun seharusnya kewenangan besar itu juga diiringi dengan pengawasan yang besar juga.
“Kewenangan nggak apaapa, kami nggak anti kewenangan tapi kewenangan harus diikuti dengan pengawasan. Itu prinsipnya. Dan kewenangannya harus dalam koridor integrated criminal justice system,” ujar dia.
Baca juga: Soal Revisi UU Polri, Pengawasan Eksternal Harusnya Ditingkatkan lewat Dewan Kepolisian Nasional
Dalam rangka mereformasi Polri dan memperkuat proses penegakan hukum, menurut Bivitri, KUHAP juga perlu direvisi. Sebab, kepolisian tidak berdiri sendiri dalam suatu sistem bernegara.
Bivitiri mendorong Kitab Acara Hukum Pidana (KUHAP) direvisi lebih dahulu sebelum Undang-Undang Polri yang direvisi.
“Ketika kita melihat reformasi kepolisian, tidak boleh terbalik penguatan institusinya dulu, baru hukum acara pidananya,” ujar pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
“Harus hukum acara pidannya dulu dilihat secara baik gitu apa kekurangannya, dimana harus diperbaiki, dan sebenarnya banyak ya teman-teman, KUHAP itu luar biasa, dia luar biasa penting untuk dikaji ulang karena sudah lama juga ya, tapi juga sudah banyak perkembangan yang harus kita perbaiki apalagi KUHP kita sudah juga diubah,” imbuh dia.
Selain itu, Bivitiri menyebut Revisi UU Polri saat ini bukanlah reformasi kepolisian yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat.
Baca juga: Kontras Minta Pembahasan Revisi UU Polri Dihentikan
Oleh karenanya, ia lebih mendorong pemerintah mereformasi soal proses penegakan hukum di kepolisian secara secara menyeluruh.
“Harusnya kita mendorong ada titik nol reformasi kepolisian. Jadi sebenarnya dengan menggunakan istilah titik nol saya mau bilang, kita reformasi beneran yuk, menyeluruh yuk, ketimbang naikin usia pensiun, itu kan bit and pieces gitu ya, potongan-potongan yang nggak menjawab reformasi Kepolisian,” jelas dia.
Sebagaimana diberitakan, Rapat Paripurna DPR yang digelar Selasa (28/5/2024) mengesahkan revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) menjadi usulan RUU inisiatif DPR.
Revisi UU Polri ini tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Namun, beberapa isi draf revisi UU Polri menuai sorotan publik lantaran memiliki wewenang lebih jauh.
Beberapa di antaranya seperti penambahan kewenangan Polri hingga terkait perpanjangan batas usia pensiun.
Dalam draf revisi itu, Polri juga berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.
Polri juga memiliki wewenang untuk berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informastika penyelenggara jasa telekomunikasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.