JAKARTA, KOMPAS.com - Perempuan Minang yang ditakuti kolonial Belanda itu bernama Rasuna Said.
Pemikiran dan perjuangannya mampu mengobarkan semangat rakyat Minang untuk melakukan perlawanan pada penjajah.
Perjuangan Rasuna diupayakan melalui beberapa organisasi politik seperti Sarekat Islam dan Persatuan Muslimin Indonesia (Permi).
Baca juga: Perjalanan Spiritual Kartini Mendalami Makna Al Quran
Rasuna juga punya andil dalam membangun pendidikan di Sumatera. Tak hanya itu, ia turut memperjuangkan persamaan antara hak perempuan dengan laki-laki.
Pasca-kemerdakaan, Rasuna juga aktif berpolitik. Sosoknya berkontribusi besar dalam tata pemerintahan di awal Indonesia merdeka.
Melansir historia.id, Hajjah Rangkayo Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatera Barat.
Rasuna lahir dari keluarga terpandang. Ayahnya, Haji Muhammad Said, adalah seorang tokoh pergerakan di Sumatera Barat sekaligus pengusaha sukses.
Sebagai putri dari keturunan bangsawan, Rasuna sebenarnya bisa mengenyam pendidikan dasar di sekolah Belanda. Namun, kala itu dia memilih sekolah agama di desa yang tak jauh dari rumah selama 1916-1921.
Setelahnya, ia melanjutkan pendidikan ke Pesantren Ar-Rasyidiyah. Rasuna menjadi satu-satunya santri perempuan di sekolah tersebut.
Baca juga: Cut Nyak Dien dalam Kisah soal Amarah, Sumpah, dan Perang di Bumi Aceh
Dua tahun berselang, Rasuna masuk Sekolah Diniyah Putri di Padang Panjang, pondok pesantren modern khusus putri. Sekolah itu didirikan oleh Rahmah El Yunusiah.
Kala itu, popularitas Rasuna jauh di atas Rahmah. Ia digandrungi oleh banyak pelajar Diniyah Putri.
Namun, karena perbedaan gagasan, Rasuna menarik diri dari pesantren tersebut pada 1930. Rasuna saat itu berpandangan bahwa kemajuan perempuan tidak hanya didapat dari mendirikan sekolah, tetapi juga disertai perjuangan politik.
Lepas dari Diniyah Putri, Rasuna belajar secara pribadi ke tokoh-tokoh intelektual Minangkabau, salah satunya Haji Abdul Karim Amarullah atau Haji Rasul. Dia merupakan pendiri Sekolah Thawalib di Padang Panjang, sekolah Islam modern pertama di Indonesia.
Dari Haji Rasul, Rasuna banyak belajar tentang perjuangan dan perlawanan. Pemikirannya pun semakin terbuka.
Mulai tahun 1926, Rasuna berkecimpung di Sarekat Rakyat (SR). Ia menjabat sebagai sekretaris cabang Maninjau.