Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Korupsi Pembangunan Kampus IPDN: Libatkan Eks Pejabat Kemendagri hingga Rugikan Negara Puluhan Miliar

Kompas.com - 01/03/2022, 19:24 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Terbaru, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua petinggi PT Hutama Karya, yakni Direktur Utama Budi Harto dan Direktur Keuangan Hilda Savitri. Keduanya akan diperiksa sebagai saksi.

"Keduanya diperiksa sebagai saksi dugaan tindak pidana korupsi pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan pembangunan Gedung kampus IPDN pada Kemendagri TA 2011," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (1/3/2022).

Baca juga: Kasus Pembangunan Kampus IPDN, KPK Panggil Dirut dan Dirkeu PT Hutama Karya sebagai Saksi

Kasus ini sudah bergulir sejak lama. Setidaknya, ada 4 proyek konstruksi gedung kampus IPDN yang diduga bermasalah.

Dugaan korupsi pada proyek-proyek tersebut disinyalir menyebabkan negara mengalami kerugian hingga puluhan miliar rupiah.

Masih ditelusuri

Dugaan korupsi proyek gedung kampus IPDN melibatkan eks Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kemendagri, Dudy Jocom.

Ia terseret dalam kasus proyek pengadaan dan pelaksanaan pembangunan dua gedung kampus IPDN, yakni di Minahasa, Sulawesi Utara, dan Gowa, Sulawesi Selatan.

Baca juga: Kasus Hakim Itong, KPK Panggil 2 Hakim PN Surabaya dan 1 PN Makassar

Pada 2010, Dudy melalui kenalannya diduga menghubungi beberapa kontraktor, kemudian memberitahukan akan ada proyek pembangunan kampus IPDN.

Sebelum lelang, diduga telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara.

Dudy dan kawan-kawan diduga meminta fee sebesar 7 persen.

Pada September 2011, pemenang lelang ditetapkan. Dudy dan kontraktor kemudian menandatangani kontrak proyek.

Pada Desember 2011, meski pekerjaan belum selesai, Dudy diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk dua proyek IPDN itu. Ini supaya dana dapat dibayarkan.

Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total Rp 21 miliar, dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut.

Atas kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka yakni Dudy Jocom, mantan Kepala Divisi I PT Waskita Karya Persero Adi Wibowo, serta eks Kepala Konstruksi VI PT Adhi Karya Persero Dono Purwoko.

KPK juga menelusuri dugaan aliran uang panas tersebut ke sejumlah pihak di Kemendagri

Tiga terdakwa

Pada proyek pembangunan gedung kampus IPDN lainnya, tiga terdakwa telah lebih dulu dijatuhi hukuman pidana.

Proyek yang dimaksud yakni pembangunan gedung kampus IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, dan di Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

Baca juga: KPK Dalami Kesepakatan Uang untuk Bupati Langkat dari Kontraktor Proyek

Proyek itu dianggarkan pada tahun 2011 dengan pagu anggaran sebesar Rp 127,8 miliar.

Kala itu, Dudy Jocom bersama Senior Manajer Pemasaran Divisi Gedung PT Hutama Karya, Bambang Mustaqim, berencana mengatur sendiri pemenang lelang yang akan menjadi pelaksana proyek.

Dudy lantas membuat nota dinas terkait pelaksanaan lelang yang sudah diatur secara sepihak dan diskriminatif untuk memenangkan PT Hutama Karya.

Atas sepengetahuan Dudy, panitia pengadaan memanipulasi sistem penilaian evaluasi administrasi dan teknis untuk memenangkan PT Hutama Karya.

Pada akhirnya, PT Hutama Karya menandatangani kontrak dengan penawaran harga senilai Rp 125,6 miliar.

Baca juga: KPK Setor Rp 3,8 Miliar ke Kas Negara dari Eks Pejabat Waskita Karya

Berhasil memenangkan PT Hutama Karya dalam lelang, Dudy menangih fee kepada Budi Rachmat Kurniawan, General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya saat itu.

Dalam persidangan yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terungkap bahwa Dudy menerima suap Rp 4,2 miliar.

Dudy juga dinilai majelis hakim memperkaya PT Hutama Karya sebesar Rp 22 miliar.

Perbuatan Dudy bersama Budi Rachmat Kurniawan dan Bambang Mustaqim menyebabkan negara merugi hingga Rp 34 miliar.

Pada 14 November 2018, Dudy dijatuhi vonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan.

Dudy terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Namun demikian, hukuman terhadap Dudy lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK. Sebelumnya, jaksa menuntut Dudy dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Baca juga: ICW Sebut Kasus Nurhayati Jadi Tersangka Bisa Surutkan Peran Publik Berantas Korupsi

Kemudian, pada 26 Juli 2019, Budi Rachmat Kurniawan divonis 5 tahun penjara. Majelis hakim juga mewajibkan Budi membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti sekitar Rp 1 miliar.

Majelis hakim menganggap Budi telah merugikan negara hingga Rp 56,9 miliar dalam dua proyek pembangunan gedung kampus IPDN.

Menurut hakim, Budi mengatur proses pelelangan sedemikian rupa untuk memenangkan PT Hutama Karya.

Caranya dengan memasukkan arranger fee dalam komponen anggaran biaya lelang (ABL) untuk diberikan kepada pihak-pihak terkait pelelangan.

Selain itu, untuk kepentingan pribadi, Budi menandatangani kontrak, meski mengetahui adanya rekayasa dalam pelelangan.

Terdakwa melakukan subkontrak pekerjaan utama tanpa persetujuan pejabat pembuat komitmen (PPK).

Kemudian, membuat pekerjaan fiktif untuk menutup biaya arranger fee, menerima pembayaran seluruhnya atas pelaksanaan pekerjaan, meski pelaksanaan pekerjaan belum selesai 100 persen.

Baca juga: Mahfud: Status Tersangka Nurhayati Pelapor Dugaan Korupsi Tidak Dilanjutkan

Adapun Bambang Mustaqim pada 7 Agustus 2019 divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Bambang terbukti membantu Budi Rachmat Kurniawan dalam mengatur proses pelelangan sedemikian rupa untuk memenangkan PT Hutama Karya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com