Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Firli Bahuri dkk Dapat Rapor Merah dari ICW dan TII

Kompas.com - 25/06/2020, 16:41 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) memberi rapor merah bagi para pimpinan KPK periode 2019-2023.

Rapor merah itu diberikan dalam rangka hasil pemantauan kinerja KPK pada Desember 2019-Juni 2020 yang bertepatan dengan enam bulan pertama masa kepemimpinan Firli Bahuri dkk.

"Ini merupakan rapor merah bagi lembaga antirasuah dan rapor merah ini sebenarnya kalau hitung-hitungan rezim kepemimpinan dari mulai KPK berdiri, sebenarnya ini era KPK yang paling banyak problemnya," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kami (25/6/2020).

Kurnia menuturkan, hasil pemantauan yang dilakukan ICW dan TII menunjukkan situasi stagnasi pemberantasan korupsi di KPK apabila dilihat pada kinerja penindakan, pencegahan, dan kebijakan internal KPK.

Baca juga: ICW Nilai KPK Harus Selidiki Dugaan Korupsi Kartu Prakerja

Kurnia mengatakan, upaya penindakan yang dilakukan KPK menurun drastis dan kerap kali justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Hal itu terlihat dari minimnya tangkap tangan, banyaknya buronan yang dihasilkan, serta KPK yang tidak menyentuh perkara-perkara besar.

"Padahal, instrumen penindakan menjadi salah satu bagian utama untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan korupsi," ujar Kurnia.

Peneliti TII Alvin Nicola melanjutkan, fungsi pencegahan yang dilakukan juga belum berjalan optimal bila melihat minimnya koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum dan daerah.

Baca juga: Kaji Program Kartu Prakerja, KPK: Belum Ada Uang Negara yang Hilang

Di samping itu, Alvin juga menyoroti stagnasi program pencegahan korupsi di sektor strategis dan strategi nasional pencegahan korupsi yang dinilai belum efektif.

"Sehingga, KPK dalam hal ini penting untuk merombak ulang strategi pencegahan karena terbukti gagal dalam enam bulan terakhir," kata Alvin.

Sementara itu, kebijakan internal KPK dinilai sering kali hanya didasari pada penilaian subyektivitas semata.

"Bahkan dengan melihat iklim di lembaga antirasuah saat ini, praktis publik dapat memahami bahwa terdapat dominasi dari salah satu pimpinan KPK dalam mengambil setiap kebijakan," kata Kurnia.

Baca juga: Evaluasi Sektor Penindakan KPK, ICW Soroti Jumlah OTT yang Merosot

Hal itu, lanjut Kurnia, terlihat dari beberapa kejadian, antara lain pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, menghadirkan tersangka saat konferensi pers, serta gimmick-gimmick politik.

Atas persoalan-persoalan tersebut, ICW dan TII merekomendasikan KPK untuk membenahi sektor penindakan dengan memastikan adanya obyektivitas dan independensi dalam mengusut perkara.

"Tak hanya itu, integrasi antara penindakan dan pencegahan pun perlu dipikirkan ulang serta juga mereformulasikan strategi pencegahan yang selama ini ada di KPK," kata Alvin.

ICW dan TII juga meminta pimpinan KPK mengurangi gimmick politis dan mengedepankan nilai transparansi dan akuntablitas dalam mengeluarkan sebuah kebijakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com