JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani mengakui, agak sulit bagi DPR untuk menetapkan Undang-Undang Perbantuan TNI sebagai inisiatif lembaga legislatif tersebut.
Hal itu terkait masukan dari berbagai pihak agar UU Perbantuan TNI dibentuk sebelum melibatkan militer dalam penanganan terorisme.
Arsul beralasan, hal itu dikarenakan sifat UU tersebut yang menyangkut ketentuan teknis.
"Saya kira kalau ini menuntut DPR yang berinisiasi, agak susah juga karena ini soal-soal teknis," kata Arsul dalam diskusi daring yang digelar Komnas HAM, Rabu (13/5/2020).
Baca juga: Wacana Pembahasan RUU Perbantuan TNI, Komnas HAM: Perlu Ada Pembatasan Tugas Jelas
Kendati demikian, ia tidak menutup kemungkinan apabila pihak lain, misalnya masyarakat sipil ingin menyumbangkan naskah akademik atau draf rancangan UU tersebut.
Sebagai informasi, pemerintah sudah menyusun Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas TNI dalam Menangani Aksi Terorisme.
Pada 4 Mei 2020, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengirim draf rancangan perpres ke DPR RI untuk meminta pertimbangan.
Menurut Arsul, DPR sebenarnya berharap perpres mengatur apa yang selama ini sudah dilakukan TNI dalam menangani terorisme.
Baca juga: MoU Perbantuan TNI dalam Penanganan Unjuk Rasa dan Kerusuhan Diperpanjang
Sebab, diketahui bahwa TNI sudah bekerja sama dengan Polri dalam bidang ini. Misalnya, pada Operasi Tinombala yang bertugas mengejar kelompok teroris jaringan Santoso, yang kini dipimpin oleh Ali Kalora.
"Harapan DPR adalah bahwa peraturan presiden yang akan dikeluarkan itu isinya sebetulnya mengatur apa yang sudah terjadi dalam praktik sekarang atau dalam praktik selama ini," ujar dia.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan