JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, penggunaan strategi herd immunity (kekebalan imunitas) untuk mengatasi pandemi virus corona (Covid-19) sangat tidak etis.
"Jadi pilihan itu sangat tidak etis. Karena akan menyebabkan sebagian penduduk terinfeksi dan meninggal," kata Pandu pada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
Herd immunity merupakan konsep epidemiologi ketika suatu penyebaran penyakit menular akan terhambat karena sekelompok populasi kebal terhadap penyakit itu.
Baca juga: Jubir Pemerintah: Kita Tak Gunakan Strategi Herd Immunity untuk Hadapi Covid-19
Menurut Pandu, penggunaan strategi itu akan membuat rumah sakit kesulitan menangani lonjakan pasien positif Covid-19.
Ia menjelaskan, menggunakan herd immunity artinya pemerintah membiarkan masyarakat terjangkit dan menjadi kebal dengan sendirinya dengan virus tersebut.
Pandu menambahkan, untuk menimbulkan herd immunity, sekitar 70 persen masyarakat harus terinfeksi Covid-19 terlebih dahulu
Baca juga: WHO: Herd Immunity untuk Virus Corona adalah Konsep Berbahaya
Sebab, sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk menangkal virus tersebut.
"Rumah sakit kewalahan dan tingkat kematiannya akan tinggi. Kita kan harus menekan kematian bukan hanya menekan kasus," ungkapn dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy sempat menyinggung herd immunity.
Baca juga: Epidemiolog: Jangan Sampai Pemerintah Siasati Covid-19 dengan Herd Immunity
Dalam seminar virtual pada 7 Mei 2020 lalu, Muhadjir berpendapat bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berada di tengah-tengah, antara opsi ekstrem lockdown dan herd immunity.
"Pilihannya bisa luwes, mendekati lockdown atau mendekati herd immunity," kata Muhadjir (Kompas, 10 Mei 2020).
Namun, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, pemerintah tidak menggunakan strategi herd immunity untuk menghadapi Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Istana: Tak Benar Ada Strategi Herd Immunity
"Pertanyaannya apakah kita pakai itu? Jawabannya tidak," ujar Yuri ketika dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
Saat kembali disinggung apakah ke depannya strategi tersebut akan digunakan secara jangka panjang, Yuri pun menyatakan tidak.
"Tidak, tidak (ke depannya tidak digunakan)," tambah Yuri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.