"Seperti kita mengembangkan sistem informasi atau android dan iOs selalu ada perbaikan dengan versi terbaru sebagai penyempurnaan," tegas dia.
Komisioner KPU lainnya, Wahyu Setiawan menambahkan, dirinya tetap berpandangan bahwa pelaksanaan pilkada harus melibatkan masyarakat.
"KPU berpandangan pemilu atau pilkada dilaksanakan secara efisien, tata kelolanya transparan dan akuntabel, serta melibatkan partisipasi masyarakat," ujar Wahyu ketika dikonfirmasi, Jumat.
Senada dengan KPU dan Bawaslu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga mendesak pemerintah memfokuskan pokok masalah dalam penyelenggaraan Pilkada langsung
Salah satunya praktik mahar politik yang menghabiskan ongkos tinggi.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil menilai, dugaan tingginya angka mahar politik dalam setiap kontestasi pilkada selalu jadi masalah yang belum terselesaikan.
Salah satu penyebabnya adalah kelemahan dari sistem penegakan hukum dalam larangan praktik mahar politik.
Baca juga: PAN Terbuka untuk Evaluasi Mekanisme Pilkada Langsung
Dia menuturkan, bakal calon kepala daerah pun kebanyakan mengungkap praktik mahar politik ini setelah yang bersangkutan gagal menjadi calon kepala daerah.
"Pada titik ini, eveluasi pilkada langsung harusnya fokus kepada masalah mahar politik," tegas Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (9/11/2019).
Buruknya elite politik hingga sistem rekrutmen kepala daerah dalam suatu partai, lanjut dia, jangan sampai menyingkirkan hak konstitusional warga negara.
Ia menegaskan, pemberangusan hak konstitusional dalam sebuah pesta demokrasi merupakan langkah tak produktif.
Karena itu, ia pun meminta pemerintah bisa berkonsentrasi dalam menangkal praktik mahar politik.
Misalnya, membuat tranparansi dan akuntabilitas sumbangan setiap orang kepada partai dalam pelaksanaan pilkada.
Baca juga: Soal Wacana Evaluasi Pilkada Langsung, Ini Komentar Anies
"Artinya, uang yang diberikan kepada partai, harus dicatatkan dan dilaporkan secara terbuka. Nominalnya mesti mengikuti batasan sumbangan kepada partai politik sebagaimana diatur di dalam UU Partai Politik," kata Fadli.
"Dengan begitu, seorang bakal calon tidak boleh memberikan uang dengan nominal begitu besar dan tidak dicatatkan dan dilaporkan," lanjut dia.