Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Capim KPK, dari Visi dan Misi hingga Beberkan Kelemahan KPK...

Kompas.com - 29/08/2019, 06:30 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari kedua uji publik dan wawancara calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 telah dituntaskan Rabu (28/8/2019) di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

Selain memaparkan misi dan visinya tentang pemberantasan korupsi, acara itu juga dipakai oleh sebagian dari tujuh kandidat, yang kemarin ikut uji publik dan wawancara, untuk memberikan kelemahan-kelemahan KPK yang perlu diperbaiki.

Tujuh calon yang kemarin mengikuti uji publik dan wawancara adalah Direktur Tata Usaha Negara Kejaksaan Agung Johanis Tanak, advokat Lili Pintauli Siregar, pensiunan jaksa Jasman Panjaitan, hakim Nawawi Pamolango, dan tiga dosen, yakni Luthfi Jayadi Kurniawan, Neneng Euis Fatimah, dan Nurul Ghufron.

Baca juga: Tunjukkan Bukti Rekam Jejak Capim, KPK Undang Pansel

Setiap calon mendapatkan waktu 60 menit untuk menjawab pertanyaan dari Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK dan dua panelis yang ditunjuk pansel.

Kedua panelis itu adalah advokat Luhut Pangaribuan dan sosiolog Universitas Indonesia, Meuthia Ganie Rochman.

Dalam acara ini, Lili Pintauli Siregar, misalnya, akan memperbaiki nota kesepahaman antara KPK dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait perlindungan saksi korupsi jika terpilih.

"Jika saya terpilih, pasti perbaiki nota kesepahaman karena sejauh ini isinya masih sangat umum, misalnya soal LHKPN, gratifikasi, pendidikan, dan sosialisasi. Kan itu tidak menjawab tugas pokok LPSK sebagai lembaga yang memberikan perlindungan hak saksi dan korban," ujar Lili.

Baca juga: Capim KPK Lili Pintauli: 10 Tahun Saya di LPSK, Hanya 13 Justice Collaborator Dilindungi

Wakil Ketua LPSK periode 2013-2018 ini menegaskan, dirinya ingin agar nota kesepahaman antara KPK dan LPSK terkait perlindungan saksi korupsi lebih substansial.

Menurutnya, kasus-kasus yang ditangani lembaga antirasuah kerap berpotensi mendapatkan ancaman bagi saksi, bahkan pegawai dan pimpinan KPK.

"Kalau bisa kerja sama dan koordinasi yang lebih baik ya kenapa tidak. Perlindungan kita berikan, kita pastikan terhindar dari ancaman," paparnya kemudian.

Baca juga: Capim Ini Sebut KPK Sering Abaikan TPPU dalam Pengusutan Korupsi

Selain memperbaiki nota kesepahaman, lanjut Lili, dirinya juga bertekad memperbaiki komunikasi KPK dan LPSK.

Menurutnya, komunikasi antarpimpinan kedua lembaga tersebut masih kaku.

Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, Lili Pintauli Siregar,di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).  KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023, Lili Pintauli Siregar,di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).

"Penting komunikasi itu, tapi jangan kaku, sekarang kan begitu. Lalu, kedua lembaga ini harus saling menghargai aturan masing-masing. Kalau ada lembaga lain yang bisa mendukung pekerjaan KPK, kenapa tidak kan. Toh tujuannya untuk mengungkap perkara," paparnya kemudian.

Sementara itu, Johanis Tanak menyatakan, dirinya mengaku sangat antusias dalam memberantas korupsi.

Baca juga: Ditanya soal Celah Korupsi di TNI, Ini Kata Capim KPK Luthfi Jayadi

Namun, aturan dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku juga perlu diikuti.

"Kita tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip hukum yang berlaku," kata Tanak.

Ia mengatakan, dalam pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat pencegahan dan penindakan.

Dalam pencegahan, kata dia, sebaiknya KPK jika sudah mengetahui ada seseorang yang akan melakukan tindak pidana penyuapan atau korupsi, yang bersangkutan dipanggil dan ditanya kemudian membuat surat yang dikirim ke seluruh lembaga penegak hukum, termasuk Mahkamah Agung.

"Ini kita cegah supaya uang negara tidak keluar," ungkapnya kemudian.

Baca juga: PP Muhammadiyah Nilai Ada Upaya Pelemahan KPK di Balik Pemilihan Capim

Dengan demikian, apabila ia terpilih menjadi pimpinan KPK, ia pun akan memberi masukan tersebut kepada pimpinan lain.

"Kalau setuju bahwa ini tidak sesuai dengan teori atau prinsip-prinsip ilmu hukum, kenapa kita harus terapkan? Kita cari solusi terbaik yang lebih baik lagi untuk bangsa. Karena pemberantasan korupsi rasiologisnya itu bagaimana pejabat tidak menyalahgunakan kewenangan sehingga uang negara tidak hilang," imbuh Tanak.

Kelemahan KPK

Lili menambahkan, ia mengaku lembaga antirasuah kerap kali menolak akan pemberian perlindungan saksi kasus korupsi oleh LPSK.

"Selama ini LPSK dan KPK relasinya cukup baik. Tapi yang jadi kendala sampai hari ini, ada kendala terhadap penyidik, hampir selalu ada penolakan," ujar Lili saat menjawab pertanyaan anggota pansel.

Baca juga: Busyro Muqoddas: Presiden Kunci Penyelesaian Masalah Seleksi Capim KPK

Ia menjelaskan, hingga kini nota kesepahaman antara LPSK dan KPK terkait pemberian perlindungan saksi belum jelas dan detail.

"Yang jadi kendala juga adalah nota kesepahaman yang ada antara LPSK dan KPK saat ini belum ada terkait teknis tentang memberikan perlindungan saksi korupsi. Dan kita selalu menyampaikan kepada KPK bahwa ada peran LPSK dalam mendampingi saksi korupsi," paparnya kemudian.

Diakui Lili, ada standar operasional prosedur KPK yang menghambat LPSK dalam memberikan perlindungan saksi kasus korupsi. Namun demikian, Lili tidak menyebut aturan apa yang menghambat LPSK.

Baca juga: Pansel Tak Umumkan 10 Capim KPK Terpilih kecuali Diminta Presiden

Padahal, lanjutnya, dalam UU KPK maupun UU Tindak Pidana Korupsi, tidak ada satu pasal yang menyebutkan pelarangan terhadap pemberian perlindungan saksi.

"Dalam UU LPSK mengatur dengan jelas bahwa kami punya peran mendampingi saksi. Namun, hingga kini terhambat karena adanya penolakan dari penyidik, harusnya pimpinan KPK menghormati aturan lembaga lain," jelasnya.

Salah satu capim KPK Johanis Tanak usai menjalani tes seleksi wawancara dan uji publik di Kementerian Sekretariat Negara, Rabu (28/8/2019).KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari Salah satu capim KPK Johanis Tanak usai menjalani tes seleksi wawancara dan uji publik di Kementerian Sekretariat Negara, Rabu (28/8/2019).

Menurutnya, peran LPSK sangatlah membantu kerja KPK untuk menangani tindak pidana korupsi.

Baca juga: Ditanya LHKPN, Capim KPK Ini Justru Cerita Tak Bisa Bahagiakan Istri

Ia menekankan, pemberian perlindungan saksi bukanlah bertujuan menghalang-halangi kinerja KPK.

"Kita pernah beberapa kali minta ketemu dengan pimpinan KPK membahas soal ini, namun hanya mentok ke biro hukum. LPSK juga telah mengirim surat, namun tidak direspons," ucapnya.

Sementara itu, Jasman Panjaitan, mengkritik praktik operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan komisi antirasuah tersebut.

Baca juga: Capim KPK Johanis Tanak Sebut Ketentuan Penyadapan Jadi Pelemahan KPK

Menurut Jasman, OTT adalah upaya KPK menutupi kegagalannya memberantas korupsi. 

"Saya melihat, mohon maaf, KPK sekarang hanya menonjolkan OTT. Itu mungkin, kalau menurut saya itu menutupi kelemahan mereka, di satu sisi mereka tidak mampu mengungkap kerugian negara yang terjadi di instansi nasional," ujar Jasman.

Menurutnya, KPK seharusnya mengutamakan fungsi pencegahan dan koordinasi. Terutama untuk mengatasi banyaknya praktik korupsi di tingkat daerah. 

"Di dalam UU KPK ada yang namanya koordinasi. Sebenarnya, KPK dengan kewenangan luar biasa bisa saja menyurati Pemda karena mereka memiliki aparat pengawas. Supaya aparat pengawasan betul-betul mengawasi. Ini yang perlu dilakukan KPK supaya mereka bisa menjangkau sampai daerah," papar Jasman. 

Baca juga: Capim Jasman Panjaitan Sebut OTT Bentuk KPK Tutupi Kelemahan

Selain itu menurut Jasman, penindakan melalui OTT hanya berdampak kecil terhadap pengembalian uang ke negara.

Ia menilai ada tiga masalah yang harusnya menjadi fokus, yakni masalah tata niaga dan perizinan, keuangan dan penegakkan hukum, dan reformasi birokrasi. 

"Fokus di situ saja dulu. Sementara yang saya lihat selama ini, KPK hanya menonjolkan OTT. Kelemahan OTT, nilainya untuk pengembalian kerugian negara sangat kecil. Sebesar uang yang tertangkap. Padahal di belakangnya ada yang dirugikan," jelas Mantan Kapuspenkum Kejagung ini. 

Baca juga: Fadli Zon Minta Jokowi Beri Pandangan Terkait Pemilihan Capim KPK

Meski begitu, ia mengaku tetap mendukung adanya OTT. Namun dengan catatan, bukan menjadi satu-satunya cara yang diandalkan KPK untuk memberantas korupsi. 

"OTT itu ngintip-ngintip. Pendekatan hukum itu bukan ngintip. Karena memang ada suatu perbuatan (melawan hukum)," tegasnya.

Tanak menambahkan, jenis pelemahan yang terjadi kepada KPK salah satunya adalah soal penyadapan.

"Penyadapan. Masyarakat menghendaki penyadapan dilakukan tanpa izin pengadilan, tapi para pejabat-pejabat publik ingin supaya itu tidak dilakukan karena dipandang akan menghambat kegiatan mereka," kata Tanak.

Baca juga: Seberapa Parah Korupsi Kejaksaan? Ini Jawaban Capim KPK Johanis Tanak

Adapun Nawawi Pamolango mengkritik rendahnya penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan lembaga antirasuah dalam kasus korupsi.

"Kita punya catatan mengenai soal penerapan TPPU. Ada rilis dari Transparansi Internasional Indonesia (TII), dari 313 kasus, itu cuma 15 yang diterapkan TPPU. Itu jadi pertanyaan kami di pengadilan, mereka (KPK) seperti tidak punya kriteria atau standar terkait TPPU," ujar Nawawi yang juga hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.

Nawawi menyesalkan TPPU tidak diterapkan maksimal, padahal ada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bisa membantu KPK.

Baca juga: Capim KPK Ini Sebut OTT Tindakan Keliru

Jika terpilih sebagai pimpinan KPK, lanjutnya, ia akan merangkul PPATK untuk meningkatkan penerapan TPPU.

"Jika terpilih, yang pertama kali saya lakukan merangkul PPATK yang sumber daya manusianya juga luar biasa," tuturnya kemudian.

Nawawi juga menyebutkan, ada praktik yang salah dilakukan KPK dalam penanganan kasus korupsi, yaitu memisahkan penanganan perkara pidana korupsinya dengan TPPU.

Baca juga: Saat Capim KPK dari Polri Menjawab Tudingan Dirinya Bermasalah...

"Ada praktik yang mengkhawatirkan yang sekarang dilakukan KPK, yaitu memisahkan penanganan perkara pidana korupsinya dengan TPPU yang dipikirkan kemudian, ini berbahaya," ucapnya.

Adapun dari 20 nama capim KPK yang menjalani tes wawancara dan uji publik dari 27-29 Agustus, nantinya akan dipilih 10 nama yang kemudian dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 September 2019.

Kompas TV Tujuh orang yang diwawancara pada hari kedua ialah Johanis Tanak, Lili Pintauli, Luthfi Jayadi, M. Jasmin, Nawawi Pomolongo, Neneng Euis Fatimah dan Nurul Gufron.<br /> <br /> Sebanyak sembilan anggota pansel dan dua panelis akan mewawancarai setiap calon selama satu jam.<br /> <br /> Salah satu calon pimpinan KPK, Neneng Euis Fatimah mengkritisi jika Kpk saat ini masih lemah dalam menjalin kerja sama dengan institusi lain dalam penindakan kasus korupsi, salah satunya LPSK. #SeleksiCapimKPK #KPK #CapimKPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com