Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajian KPK di Sektor Kelistrikan, dari Masalah Integritas Perencanaan hingga Beda Tata Kelola

Kompas.com - 26/04/2019, 08:00 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (Litbang KPK) mengungkap sejumlah masalah di sektor kelistrikan.

Berbagai persoalan itu ditemukan saat KPK melakukan kajian pada 2017.

KPK menemukan beberapa masalah mulai dari penyediaan energi primer untuk pembangkit yang tak terkendali, kurangnya integritas Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga beda tata kelola di setiap regional.

"Ternyata penyediaan energi primer untuk pembangkit khususnya di PLN ini untuk jangka panjang ini enggak bisa dikontrol oleh PLN sendiri. Misalkan, PLN punya banyak pembangkit yang menggunakan batu bara, waktu itu harga batu bara sangat fluktuatif. Sehingga PLN sangat bergantung pada nilai jual batu bara saat itu," kata Direktur Litbang KPK Wawan Wardiana dalam diskusi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2019).

Baca juga: Litbang KPK Temukan Masalah Konflik Kepentingan di Sektor Kelistrikan

Saat itu, KPK berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait dan disarankan perlunya harga yang kompetitif untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Menurut Wawan, harga yang fluktuatif bisa membuat harga listrik menjadi mahal.

"Terakhir dari rekomendasi kami, muncul Permen ESDM khusus harga batu bara yang digunakan oleh PLN. Kurang lebih 70 dollar AS ya per ton. Kalau harga pasaran di atas 100 US dollar. Dengan cara seperti itu efisiensi yang dilakukan PLN, kemudian energi primernya terkontrol harganya ini, harga listrik bisa lebih murah," ujar Wawan.

Kedua, KPK melihat kurangnya integritas pada perencanaan kelistrikan.

Litbang KPK menilai, situasi itu menimbulkan inefisiensi tata kelola kelistrikan. Menurut Wawan, RUPTL yang sudah dirancang cenderung berubah-ubah dan terkesan tidak terkontrol.

Baca juga: Dirut PLN Jadi Tersangka, ICW Harap KPK Ungkap Dugaan Mafia Energi

"Waktu itu, satu yang kami punya misalnya kayak begini, dua bulan berikutnya, tiga bulan berikutnya, kita dapet lagi, beda lagi. Jadi perubahan RUPTL ini sangat dinamis, kalau dinamis kayak gitu artinya enggak ada yang mengontrol dong?" ujar dia.

Hal itu menciptakan ketidaksesuaian antara perencanaan dan implementasi di lapangan. Hasilnya, ada kebutuhan kelistrikan di suatu wilayah yang justru tak terpenuhi dengan baik.

"Yang harusnya di sini kebutuhannya misalkan menggunakan bahan bakar gas, malah yang muncul batu bara. Yang di sini harusnya mulut tambang batu bara malah pembangkitnya yang lain. Sehingga antara kebutuhan perencanaan dan implementasi itu enggak nyambung. Menjadi enggak efisien. Malah jadi enggak karuan," kata dia.

Berikutnya, Litbang KPK saat itu menemukan tidak meratanya praktik tata kelola yang baik di setiap regional.

Baca juga: Dirut PLN Jadi Tersangka KPK, Ini Kata Presiden Jokowi

Ada regional yang memiliki sistem tata kelola kelistrikan yang baik, ada pula sebaliknya.

Menurut Wawan, seharusnya regional yang tata kelolanya belum baik bisa mencontoh regional dengan tata kelola yang baik.

"Rekomendasi kami seharusnya best practice ini diterapkan di regional lain. Tapi karena regional yang satu tidak punya kewenangan untuk memaksakan, kita angkat ke pusat, supaya disesuaikan lah, meski berbeda (karakter wilayah) tapi maksud saya sistem bagusnya bisa disesuaikan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com