Mengingat kembali
Dalam batas penalaran yang wajar, meski trilogi penyalahgunaan kuasa yang menjadi salah satu imajinasi reformasi untuk diberantas hanya bertumpu pada pemberantasan korupsi, masih bisa dioptimalkan.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu yang makin menjauh meninggalkan tahun 1998, komitmen memberantas korupsi pun makin memudar.
Paling tidak, bentangan empirik yang dapat dikemukakan adalah meluruhnya dukungan politik terhadap agenda pemberantasan korupsi.
Contoh yang paling nyata, memudarnya dukungan lembaga legislatif terhadap keberlanjutan KPK sebagai institusi yang diberikan posisi extra-ordinary dalam memberantas korupsi.
Misalnya, bentangan empirik dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kekuatan politik di Senayan berupaya menggunakan otoritas legislasi mereka untuk memangkas wewenang KPK dalam menelusuri praktik korupsi.
Yang paling menonjol, kuatnya keinginan untuk melumpuhkan kewenangan penyadapan KPK.
Banyak pihak berpendapat, mengatur sedemikian rupa wewenang penyadapan menjadi tujuan utama revisi UU KPK.
Sebagaimana dikemukakan dalam ”Memperkuat Pelemahan KPK” (Kompas, 15/2/2016), bilamana rencana pembatasan tetap diteruskan, KPK tidak hanya akan mengalami kelumpuhan, tetapi juga kehilangan mahkotanya sebagai institusi extra-ordinary dalam desain besar pemberantasan korupsi.
Sadar atau tidak, dengan keinginan membatasi wewenang penyadapan KPK, beberapa kekuatan politik di DPR sedang memorak-porandakan imaji antikorupsi yang merupakan salah satu roh sentral reformasi.
Tak hanya beberapa kekuatan politik di DPR, institusi negara lain yang mestinya memberikan dukungan terhadap pemberantasan korupsi harusnya melakukan langkah serupa.
Faktanya, di banyak kejadian, pemberantasan korupsi sepertinya tidak menjadi agenda bersama.
Banyak bentangan fakta membuktikan, sebagian penegak hukum ”menggoreng” agenda pemberantasan korupsi sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan di luar tujuan penegakan hukum.
Buktinya, banyaknya terungkap praktik suap yang dilakukan penegak hukum di balik selubung pemberantasan korupsi.
Di tengah situasi begitu, asa besar untuk menyelamatkan imaji reformasi dalam pemberantasan korupsi diharapkan dari Presiden Joko Widodo.
Misalnya, dalam Nawacita secara eksplisit dinyatakan akan berpihak kepada agenda pemberantasan korupsi dengan memperkuat KPK. Selain itu, Jokowi berkomitmen untuk mereformasi lembaga penegak hukum.
Kalau semua itu dilakukan dalam memenuhi imaji reformasi dalam memberantas korupsi, para penegak hukum tidak perlu terjebak dalam silang-sengkarut penegakan hukum.
Pada titik itulah, saya sepakat dengan penilaian banyak kalangan bahwa Presiden Jokowi tidak memberikan perhatian yang memadai terhadap masalah penegakan hukum.
Sikap begitu tentu saja memberikan kontribusi terhadap memudarnya imaji pemberantasan korupsi sebagai salah satu roh reformasi.
Dalam suasana memperingati peristiwa reformasi 1998, kita mengajak semua pihak kembali mengingat imaji reformasi terutama dalam pemberantasan korupsi.
Apabila amanah reformasi tersebut diabaikan, bersiaplah memberi tempat kepada para bandit menguasai negeri ini.
Saldi Isra, Profesor Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.