JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pernah memulihkan aset dari kasus korupsi yang tersimpan atau berada di luar negeri.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat diintai tanggapan terkait kerugian negara 113 juta dollar Amerika Serikat (AS) dalam kasus Karen Agustiawan.
Uang pengganti itu dibebankan ke Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC, perusahaan gas di Texas.
Adapun Karen merupakan terdakwa kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) PT Pertamina (Persero) yang divonis sembilan tahun penjara. Namun, uang pengganti dibebankan pada CCL LLC.
Baca juga: KPK Panggil Dahlan Iskan sebagai Saksi Tersangka Baru Kasus LNG PT Pertamina
“Kerugian keuangan negaranya dibebankan kepada perusahaan luar negeri CCL, KPK pernah berkoordinasi khususnya kalau tidak salah ini perkaranya, Garuda Indonesia, perkara KTP elektronik,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Asep membenarkan, dalam menangani kasus korupsi lintas negara, KPK dihadapkan dengan yurisdiksi (kewenangan berdasar hukum) yang bisa berbeda-beda di setiap negara.
Peristiwa yang dinyatakan sebagai perbuatan pidana di Indonesia bisa dianggap bukan kesalahan di negara lain.
Karena itu, KPK harus ada kesepakatan atau kesepahaman bahwa perbuatan pelaku korupsi di Indonesia juga merupakan tindakan rasuah di negara terkait.
“Harus ada kesepakatan atau kesepahaman bahwa memang perbuatan tersebut juga sama di sana itu dinyatakan sebagai perbuatan pidana korupsi,” tutur Asep.
Dalam menangani kasus di luar negeri seperti itu, KPK kadang menempuh mutual legal assistance (MLA) atau perjanjian bantuan hukum timbal balik antar dua negara atau lebih.
Asep mengakui, proses memulihkan aset hasil korupsi yang disembunyikan atau berada di luar negeri membutuhkan waktu yang lama.
“Juga ada akhirnya kita komunikasi melalui mutual legal assistant, itu memang prosesnya cukup lama” tutur Asep.
Baca juga: Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding
Meski demikian, sampai saat ini KPK juga masih menunggu hasil putusan pengadilan perkara Karen berkekuatan hukum tetap.
Sebab, baik KPK maupun Karen sama-sama mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Jaksa KPK keberatan karena hakim tidak membebankan uang pengganti sebesar 113 juta dollar AS ke Karen, melainkan CCL LLC.