Sementara itu, ”kolusi” dan ”nepotisme” tidak pernah menjadi perhatian serius sebagaimana halnya dengan ”korupsi”. Padahal, ketiganya sama-sama ancaman serius dalam pencapaian kehidupan bernegara yang harus diberantas dengan serius.
Penilaian ihwal keseriusan tersebut dapat dilacak dari pengaturan dalam UU No 28/1999 yang menyatakan bahwa kolusi adalah pemufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antarpenyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.
Begitu pula dengan nepotisme, UU No 28/1999 menyatakan setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Sampai saat ini tidak terdapat penjelasan yang memadai alasan para pembentuk UU tidak pernah memberikan perhatian terhadap ancaman praktik kolusi dan nepotisme tersebut.
Secara kasatmata, sangat mungkin, pemberantasan korupsi sulit didorong bergerak lebih cepat karena mengentalnya praktik kolusi dan nepotisme yang menghinggapi penyelenggara negara.
Padahal, menyadari bahaya praktik KKN ini, Tap MPR No XI/1998 meletakkan fokus pemberantasannya di tiga aras penyelenggara negara: eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Boleh jadi, terkuaknya beberapa praktik suap di lingkungan peradilan beberapa waktu terakhir di antaranya disebabkan gagalnya tindak pidana korupsi menjangkau perilaku menyimpang di internal birokrasi peradilan.
Begitu pula dengan legislatif, bisa jadi kian kuatnya cengkeraman elite menguasai dan mengendalikan lembaga perwakilan rakyat disebabkan sebagian partai politik dibangun dengan kentalnya praktik kolusi dan nepotisme. Begitu pula jajaran eksekutif, kedua penyakit tersebut masih menjadi virus yang berbahaya.
Padahal, jika sebagaimana halnya korupsi, bilamana kolusi dan nepotisme diberi porsi dan perhatian yang tidak berbeda dalam menuangkannya dalam produk hukum, sangat mungkin situasi setelah 18 tahun reformasi akan menjadi jauh lebih baik.
Ketika pengaturan ihwal kolusi dan nepotisme tak diberikan porsi memadai, pemberantasan praktik penyalahgunaan kuasa yang ditempatkan sebagai salah satu ancaman serius di dalam penyelenggaraan bernegara pada awal reformasi, sampai sejauh tidak mampu bergerak lebih cepat.
Bahkan, di titik tertentu, praktik KKN masih menjangkiti wilayah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.