Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Intoleransi, Setan yang Tak Sendirian

Kompas.com - 14/03/2016, 15:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Di banyak kasus, meruncingnya sikap intoleran antar umat beragama umumnya justru terjadi ketika larangan-larangan menjalankan ritual keagamaan dihadirkan, baik secara formal maupun informal.

Kelompok mayoritas akan mulai berpandangan bahwa mereka memiliki keabsahan untuk bersikap keras dan cenderung intoleran terhadap minoritas atas dasar larangan tersebut. Sebaliknya, kelompok minoritas akan cenderung bersikap resisten.

Namun, pertarungan politik identitas juga mencipta ilusi-ilusinya tersendiri. Manusia atau warga tiba-tiba dipaksa memilih ke dalam salah satu identitas tunggal yang mutlak berdasarkan aliran-aliran keagamaan atau pandangan tertentu.

Sen menyebut fenomena ini sebagai pendekatan soliteris terhadap identitas manusia. Pendekatan ini memandang manusia hanya sebagai bagian dari satu kelompok semata.

Padahal, secara alamian seseorang bisa menjadi kelompok apapun dan memiliki pandangan yang berbeda meski berada dalam satu kelompok tertentu. Sebagai contoh, saat ini ada kecenderungan di negeri ini pemilihan identitas berdasarkan kelompok toleran dan intoleran.

Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah diandaikan sebagai kelompok toleran, dan kelompok-kelompok salafi sebagai intoleran. Padahal, pada kenyataannya jauh lebih kompleks dan majemuk daripada pembagian yang semena-mena itu.

Tak semua kelompok salafi atau wahabi adalah intoleran, sebaiknya juga tak semua NU dan Muhammadiyah toleran.

Dalam perdebatan isu-isu aktual, misalnya tentang LGBT, seolah-olah dihadirkan kesan bahwa jika tak mendukung gerakan LGBT adalah intoleran, sebaliknya jika menerima adalah toleran.

Kenyataannya, ragam sikap atas LGBT jauh lebih majemuk dari dua pilihan identitas yang dipaksakan tersebut. Situasi ini membuat perdebatan menjadi brutal dan sulit ditemukan jalan untuk mempertemukan pandangan.

Kondisi makin sulit apabila ada provokasi-provokasi kedua belah pihak dalam bentuk hinaan-hinaan atau perendahan. Maraknya penggunaan media sosial mempercepat dan mudah menyulut antagonisme dua sisi itu makin mengristalkan kebencian.

Tak jarang, kelompok yang dipandang toleran pun melakukan provokasi ini, sehingga akhirnya sulit dipilah mana kelompok toleran dan mana yang intoleran.

Reduksionisme identitas ini dalam banyak kasus memicu konflik sektarian dan memicu intoleransi yang makin meluas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com