Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Intoleransi, Setan yang Tak Sendirian

Kompas.com - 14/03/2016, 15:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sekalipun kita memperluas lensa pengamatan hingga mencakup 43.000 orang Indonesia dengan aset keuangan lancar sekitar 1 juta dollar AS, hasilnya masih menunjukkan konsentrasi sumber daya kekuasaan material sangat besar tetap di tangan segelintir orang.

Lalu, apa korelasi antara ketimpangan ekonomi tersebut dengan meningkatnya intoleransi di Indonesia?

Ketimpangan ekonomi yang kian menganga menandakan berlipatnya jumlah penduduk yang tersingkirkan dari perputaran sebagian besar kue ekonomi. Hal itu rawan memicu kekecewaan-kekecewaan dan frustasi sosial-ekonomi masyarakat.

Pada saat yang bersamaan, reformasi menghadirkan kebebasan dari kekangan rezim otoritarian, termasuk terbebasnya simpul-simpul identitas yang dulu tertindas.

Sen mengatakan, dalam frustasi sosial ekonomi, identitas menjadi begitu penting sebagai tempat persembunyian yang nyaman.

Tak sedikit di antara mereka yang kecewa dan tersingkir tersebut bergabung dengan kelompok-kelompok atau organisasi keagamaan yang juga tumbuh subur pada era reformasi ini, yang dalam prakteknya kerapkali mereka menginterpretasikan identitas keagamaan yang fundamentalis.

Fundamentalisme relijius ini, menurut Sen, merupakan konstruksi identitas di bawah identifikasi perilaku individu dan lembaga-lembaga sosial kepada aturan yang diturunkan Tuhan, diinterpretasikan oleh otoritas keagamaan yang menjadi perantara hubungan Tuhan dengan manusia.

Inilah yang membuahkan terjadinya reduksi dunia sebagai federasi agama yang memicu konflik berbasis afilias tunggal keagamaan.

Dalam satu dekade terakhir, kita melihat sepak terjang organisasi keagamaan yang fundamentalis dan bahkan cenderung ekstrimis dalam menjalankan aktivitasnya. Mulai dari merazia tempat prostitusi, pub, café, hingga menutup rumah-rumah ibadah milik kelompok minoritas.

Mereka bergerak laksana preman-preman dengan menggunakan medium kekerasan. Merekrut orang-orang miskin hingga kelas menengah perkotaan yang tersingkir dari persaingan ekonomi yang kian tak menguntungkan wong cilik.

Tak sedikit di antara mereka adalah orang-orang yang tersingkir dari tanah-tanah milik orangtua atau kakek-nenek mereka yang telah berubah menjadi mal, perumahan mewah, maupun deretan ruko-ruko milik orang kaya.

Situasi psikologis yang penuh tekanan dan perasaan frustasi karena ketersingkiran tersebut memudahkan perekrutan. Terlebih dengan penggunaan simbol-simbol keagamaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com