JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad buka suara terkait laporan transaksi ganjil mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo, yang disebut pernah disampaikan ke lembaga itu pada 2012 silam.
Akan tetapi, Samad menyatakan saat itu laporan yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada KPK terkait transaksi mencurigakan Rafael hanya berupa tembusan.
Sementara itu, dari peristiwa penyanderaan pilot maskapai Susi Air, Kapten Philips Max Marthens, di Nduga, Papua, pemerintah menolak permintaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) untuk menebus sandera dengan sejumlah senjata api.
Baca juga: KPK Sebut PPATK Endus Transaksi Mencurigakan Rafael Sejak 2003
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyebutkan, laporan transaksi ganjil Rafael Alun Trisambodo dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke lembaga yang dipimpinnya pada saat itu hanya tembusan.
Rafael diketahui merupakan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Ia menjadi sorotan karena memiliki harta Rp 56,1 miliar. Menurut Samad, PPATK mengirimkan laporan tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Jadi yang sebenarnya terjadi PPATK dilaporkan ke Kejagung, kemudian KPK cuma ditembuskan saja laporannya,” kata Samad saat dihubungi, Selasa (28/2/2023).
Baca juga: Harta Kekayaan Tak Wajar Rafael Alun, Samad Dorong KPK Telusuri Dugaan Suap
Samad menyebutkan, saat itu KPK hanya menunggu perkembangan laporan tersebut. Sebab, perkara Rafael dilaporkan ke Korps Adhyaksa.
Ia mengaku tidak mengetahui perkembangan dugaan transaksi ganjil Rafael lebih lanjut. Sebab, biasanya Kejaksaan berkoordinasi dengan Kedeputian Penindakan di KPK.
“Tapi kasusnya itu ada di Kejaksaan Agung pada saat itu,” kata Samad.
Mantan Ketua KPK periode 2011-2015 tersebut lantas menilai bahwa pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tidak tepat.
Baca juga: Abraham Samad Sebut Pengusutan Indikasi Korupsi Rafael Tergantung Good Will KPK
Mahfud menyebut kasus Rafael yang telah dilaporkan PPATK beberapa tahun silam tidak menjadi prioritas di KPK.
“Sama sekali tidak tepat,” tuturnya.
Menurut Samad, Undang-Undang KPK saat itu menyatakan bahwa penyelenggara negara yang ditangani lembaga antirasuah minimal pejabat eselon II.
Hal itulah yang membuat PPATK melaporkan transaksi ganjil Rafael ke Kejaksaan Agung dan bukan ke KPK.
Baca juga: Abraham Samad: Usut Indikasi TPPU Rafael, KPK Harus Temukan Pidana Pokoknya