Salin Artikel

[POPULER NASIONAL] Penjelasan Abraham Samad soal Laporan Transaksi Rafael Alun | Pemerintah Tolak Barter Pilot Susi Air dengan Senjata Buat KKB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad buka suara terkait laporan transaksi ganjil mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo, yang disebut pernah disampaikan ke lembaga itu pada 2012 silam.

Akan tetapi, Samad menyatakan saat itu laporan yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada KPK terkait transaksi mencurigakan Rafael hanya berupa tembusan.

Sementara itu, dari peristiwa penyanderaan pilot maskapai Susi Air, Kapten Philips Max Marthens, di Nduga, Papua, pemerintah menolak permintaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) untuk menebus sandera dengan sejumlah senjata api.

1. Abraham Samad Sebut Laporan PPATK soal Rafael Alun ke KPK Saat Itu Hanya Tembusan

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyebutkan, laporan transaksi ganjil Rafael Alun Trisambodo dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke lembaga yang dipimpinnya pada saat itu hanya tembusan.

Rafael diketahui merupakan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Ia menjadi sorotan karena memiliki harta Rp 56,1 miliar. Menurut Samad, PPATK mengirimkan laporan tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Jadi yang sebenarnya terjadi PPATK dilaporkan ke Kejagung, kemudian KPK cuma ditembuskan saja laporannya,” kata Samad saat dihubungi, Selasa (28/2/2023).

Samad menyebutkan, saat itu KPK hanya menunggu perkembangan laporan tersebut. Sebab, perkara Rafael dilaporkan ke Korps Adhyaksa.

Ia mengaku tidak mengetahui perkembangan dugaan transaksi ganjil Rafael lebih lanjut. Sebab, biasanya Kejaksaan berkoordinasi dengan Kedeputian Penindakan di KPK.

“Tapi kasusnya itu ada di Kejaksaan Agung pada saat itu,” kata Samad.

Mantan Ketua KPK periode 2011-2015 tersebut lantas menilai bahwa pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD tidak tepat.

Mahfud menyebut kasus Rafael yang telah dilaporkan PPATK beberapa tahun silam tidak menjadi prioritas di KPK.

“Sama sekali tidak tepat,” tuturnya.

Menurut Samad, Undang-Undang KPK saat itu menyatakan bahwa penyelenggara negara yang ditangani lembaga antirasuah minimal pejabat eselon II.

Hal itulah yang membuat PPATK melaporkan transaksi ganjil Rafael ke Kejaksaan Agung dan bukan ke KPK.

“Karena pada saat itu mungkin Rafael Alun pada saat tahun 2012 masih pejabat eselon III atau mungkin IV di Direktorat Pajak Kementerian Keuangan,” ujar Samad.

Sebelumnya, Mahfud MD mengaku telah menghubungi KPK agar transaksi ganjil Rafael diusut sebagaimana mestinya.

Mahfud menuturkan, PPATK telah mengirimkan laporan transaksi ganjil itu ke KPK pada 2013. Namun, kasus itu tidak dibuka karena belum menjadi kasus prioritas.

"Saya sudah menghubungi KPK agar diproses sebagaimana prosedur hukum yang berlaku," katanya di acara 'Cangkrukan bareng Menkopolhukam' di Surabaya, Selasa (28/2/2023).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menuruti kemauan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menyandera pilot maskapai Susi Air, Philips Mark Methrtens (37).

Adapun KKB pimpinan Egianus Kogoya itu meminta ganti uang dan senjata sebagai syarat pembebasan Philips.

“Oh tidak mungkin, masak barter senjata kepada (dengan) pemberontak?” ucap Mahfud usai acara “Cangkrukan Menko Polhukam” di Surabaya, Selasa (28/2/2023), lewat rekaman suara yang diterima Kompas.com, Rabu.

Mahfud menambahkan, pemerintah dan aparat sedang mengatur taktik dan strategi agar bisa membebaskan Philips.

“Tetapi tidak mungkin kita ngasih, satu kemerdekaan. Kedua, ngasih senjata dan sebagainya kepada penjahat itu,” kata Mahfud.

Operasi pencarian terhadap Philips masih berlanjut hingga memasuki hari ke-22 pada Rabu (1/3/2023) hari ini.

Adapun Philips, yang merupakan warga negara Selandia Baru, membawa lima penumpang dengan pesawat nomor registrasi PK-BVY dan mendarat di Bandar Udara Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Selasa (7/2/2023).

Akan tetapi, sesaat setelah mendarat, pesawat itu dibakar KKB pimpinan Egianus Kogoya.

Pilot dan lima penumpang sempat disebut melarikan diri ke arah berbeda.

Kini, lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP) telah kembali ke rumah masing-masing.

Sementara Philips masih dibawa KKB. Dalam video yang disebar KKB di media sosial, mereka awalnya meminta Indonesia mengakui Papua Merdeka.

"Kami bawa pilot ini karena Indonesia tidak pernah mengakui Papua Merdeka, jadi kami tangkap pilot. Karena semua negara harus buka mata soal Papua Merdeka," kata salah satu orang dari KKB tersebut dalam video yang diterima Kompas.com.

Namun demikian, kabar terbaru yang disampaikan Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri, Egianus Kogoya menyampaikan permintaan sebagai syarat agar pilot Philips bisa bebas.

“Memang pernah dia menyampaikan tuntutan untuk bisa mengganti senjata dan uang," ujar Mathius di Mimika, Kamis (23/2/2023).

Permintaan Egianus tersebut, kata Fakhiri, sulit untuk dipenuhi, terutama terkait senjata api dan amunisi.

Tuntutan tidak mungkin disetujui karena justru akan memperburuk situasi.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/02/05000081/-populer-nasional-penjelasan-abraham-samad-soal-laporan-transaksi-rafael

Terkini Lainnya

Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Menkes Sebut Efek Samping Vaksin AstraZeneca Terjadi di Wilayah Jarang Kena Sinar Matahari

Nasional
PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

PKS Terbuka Usung Anies dalam Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Singgung Sejumlah PTN Terkait UKT, Kemendikbud: Justru UKT Rendah Tetap Mendominasi

Nasional
Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Dewas KPK Belum Diperiksa Bareskrim Terkait Laporan Nurul Ghufron

Nasional
Jokowi Berharap Meninggalnya Presiden Iran Tak Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Jokowi Berharap Meninggalnya Presiden Iran Tak Pengaruhi Harga Minyak Dunia

Nasional
Fakta-Fakta Istana Merdeka, Tempat Soeharto Nyatakan Berhenti dari Jabatannya 26 Tahun Lalu

Fakta-Fakta Istana Merdeka, Tempat Soeharto Nyatakan Berhenti dari Jabatannya 26 Tahun Lalu

Nasional
Bobby Nasution Gabung Gerindra, Politikus PDI-P: Kita Sudah Lupa soal Dia

Bobby Nasution Gabung Gerindra, Politikus PDI-P: Kita Sudah Lupa soal Dia

Nasional
Kunjungi Pentagon, KSAD Maruli Bahas Latma dan Keamanan Pasifik dengan US Army

Kunjungi Pentagon, KSAD Maruli Bahas Latma dan Keamanan Pasifik dengan US Army

Nasional
Di WWF Ke-10, Jokowi Ungkap 3 Komitmen Indonesia untuk Wujudkan Manajemen Sumber Daya Air Terintegrasi

Di WWF Ke-10, Jokowi Ungkap 3 Komitmen Indonesia untuk Wujudkan Manajemen Sumber Daya Air Terintegrasi

Nasional
Terdakwa Sadikin Rusli Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Pengondisian BTS 4G

Terdakwa Sadikin Rusli Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Pengondisian BTS 4G

Nasional
Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Nasional
Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Nasional
Akrab dengan Puan di Bali, Jokowi: Sudah Lama Akrab dan Baik dengan Mbak Puan

Akrab dengan Puan di Bali, Jokowi: Sudah Lama Akrab dan Baik dengan Mbak Puan

Nasional
Jaksa: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Kembalikan Uang Rp 40 Miliar dalam Kasus Korupsi BTS 4G

Jaksa: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Kembalikan Uang Rp 40 Miliar dalam Kasus Korupsi BTS 4G

Nasional
WIKA Masuk Top 3 BUMN dengan Transaksi Terbesar di PaDi UMKM

WIKA Masuk Top 3 BUMN dengan Transaksi Terbesar di PaDi UMKM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke