Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Singgung Pasal "Presidential Threshold" Sudah Digugat 27 Kali

Kompas.com - 28/02/2023, 14:03 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menolak uji materi terkait Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden (presidential threshold), Selasa (28/2/2023).

Dalam salah satu pertimbangannya, MK menyinggung soal banyaknya uji materi terkait beleid ini, dan Mahkamah disebut masih belum berubah pikiran.

"Sampai sejauh ini, norma dimaksud pernah diuji konstitusionalitasnya sebanyak 27 permohonan yang telah diputus oleh Mahkamah," kata hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan perkara serupa, nomor 4/PUU-XXI/2023, Selasa siang.

Baca juga: Presidential Threshold Dinilai Aneh Diterapkan pada Pemilu Serentak

"Dari kesemua putusan tersebut, terdapat 5 putusan yang amar putusannya menolak permohonan pemohon, sedangkan putusan-putusan lainnya dinyatakan tidak dapat diterima," tambahnya.

MK menegaskan, merujuk semua putusan itu, pada intinya MK berpendirian bahwa presidential threshold 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional adalah konstitusional, meskipun terdapat hakim konstitusi yang berpendapat lain (dissenting opinion).

Teranyar, gugatan uji materi atas Pasal 222 UU Pemilu soal presidential threshold digugat oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika ke MK.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Batas Masa Jabatan Presiden 2 Periode

Ia menggugat Pasal 222 UU Pemilu soal ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden yang dianggap diskriminatif dan berharap agar pasal itu dinyatakan inkonstitusional sehingga partai politik pendatang baru dalam pemilu bisa turut mencalonkan presiden-wakil presiden.

Dalam alasan permohonan nomor 16/PUU-XXI/2023 itu, Pasek mempersoalkan hilangnya hak konstitusional partai politik untuk mencalonkan presiden-wakil presiden karena kini pilpres dan pileg digelar bersamaan, tidak seperti dulu yang dihelat di tahun yang sama namun pileg digelar lebih dulu.

"Bahwa jika menggunakan cara pemilihan sebelumnya yang tidak serentak, maka akan terjadi kesetaraan dalam berdemokrasi. Pemilu legislatif terlebih dahulu dan hasil pemilu dari aspirasi rakyat itu kemudian dijadikan dasar bagi pengajuan calon presiden dan wakil presiden," kata Pasek dalam permohonannya.

Baca juga: Tolak Uji Materi Pasal Penghinaan Presiden, MK: KUHP Baru Belum Berlaku

"Dengan demikian seluruh partai politik peserta pemilu akan mendapatkan kesempatan dan hak konstitusional yang sama untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden baik berdasarkan alokasi perolehan kursi ataupun alokasi suara sah," lanjutnya.

Keadaan ini dinilai rancu karena peserta Pemilu 2024 sudah ditentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 14 Desember 2022.

Seandainya pileg dan pilpres tidak diselenggarakan pada hari yang sama melainkan pileg digelar lebih dulu seperti sebelumnya, maka partai-partai politik peserta Pemilu 2024 dapat turut mencalonkan presiden-wakil presiden.

Namun, imbas keserentakan pileg dan pilpres, partai-partai politik yang dapat mencalonkan presiden-wakil presiden adalah peserta Pemilu 2019, sedangkan partai-partai pendatang baru di Pemilu 2024 yakni Partai Buruh, PKN, Gelora, dan Ummat tidak bisa.

Baca juga: MK Tolak Uji Materi KUHP soal Koruptor Dihukum 2 Tahun Penjara

Masalah lainnya, Partai Kesatuan dan Persatuan (PKP) dan Partai Berkarya yang pada 2019 tercatat sebagai peserta Pemilu 2019 kini tak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.

Namun, imbas UU Pemilu dan keserentakan pileg-pilpres, PKP dan Berkarya tetap berhak mencalonkan presiden-wakil presiden untuk 2024.

"Sehingga prosentase suara sah yang akan dipakai di Pemilu 2024 tidak bisa dihitung utuh lagi menjadi 100 persen dari suara sah yang ada berdasarkan hasil Pemilu 2019, tetapi sudah berkurang dari 100 persen. Sehingga, perhitungan prosentase berbasiskan suara sah sudah tidak sempurna lagi dan cacat," jelas Pasek.

Argumen serupa sempat disampaikan hakim konstitusi Saldi Isra pada putusan Perkara Nomor 73/PUU/XX/2022 dalam perbedaan pendapatnya, yang menyatakan bahwa "yang jauh lebih tragis bagaimana pula jika partai politik peserta pemilu DPR 2019 yang mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu 2019 tetapi gagal menjadi peserta Pemilu 2024 karena tidak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu dalam Pasal 173 ayat (2) UU Pemilu?".

Baca juga: Majelis Kehormatan MK Periksa Anwar Usman soal Pengubahan Substansi Putusan

"Maka ada kekosongan norma yang berdampak hilangnya hak konstitusional sebagian partai politik peserta pemilu yang sah," ungkap Pasek.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com