Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Korban PHK, Warga Asal Bantul Gugat UU BPJS ke MK

Kompas.com - 11/08/2020, 13:50 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang warga asal Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), bernama Koko Koharudin, mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon mempersoalkan Pasal 18 Ayat (1) UU BPJS yang berbunyi, “Pemerintah mendaftarkan Penerima Bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS.”

Pemohon menilai, sebagai korban pemutusan hubungan kerja (PHK), keberadaan pasal tersebut menyulitkannya menjadi peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI). Padahal, pemohon sangat membutuhkan bantuan tersebut.

"Bahwa ketentuan dalam Pasal 18 Ayat (1) UU BPJS yang memberikan hak pada pemerintah untuk mendaftarkan peserta PBI pada BPJS, telah dimanfaatkan oleh pemerintah dengan membuat kebijakan/peraturan yang semakin membatasi korban PHK untuk dapat menjadi peserta PBI," bunyi petikan dokumen permohonan pemohon yang diunduh Kompas.com melalui laman resmi MK, Selasa (11/8/2020).

Baca juga: Pimpinan dan Baleg DPR Diminta Cek Putusan MK Sebelum Sahkan RUU Cipta Kerja

Dalam sidang perdana yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (10/8/2020), pemohon melalui kuasa hukumnya bernama E'et Susita mengatakan bahwa sejak 28 Januari 2018 kepersertaannya di BPJS menjadi non aktif karena permasalahan premi.

Hal ini bermula dari berakhirnya hubungan kerja (PHK) pemohon dengan PT Jogja Tugu Trans pada 2017.

Akibat peristiwa tersebut, status kepesertaan pemohon sebagai anggota BPJS Peserta Penerima Upah (PPU) tidak dapat diteruskan.

Namun demikian, pemohon tak mampu melanjutkan kepesertaannya sebagai anggota BPJS mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU).

Menurut pemohon, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebenarnya memberikan kesempatan bagi peserta BPJS untuk menikmati fasilitas BPJS selama 6 bulan sejak terkena PHK. Setelahnya, peserta berhak menjadi anggota PBI, namun dengan sejumlah syarat.

Syarat tersebut yakni (a) terhadap PHK-nya sudah mendapat putusan pengadilan industrial yang berkekuatan hukum tetap, (b) PHK karena penggabungan perusahaan.

Lalu (c) PHK karena perusahaan merugi atau pailit, dan (d) PHK karena cacat atau permanen.

Baca juga: Pemkot Bekasi Akan Layangkan Uji Materi UU BPJS ke Mahkamah Konstitusi

Menurut pemohon, syarat-syarat tersebut tak dapat ia penuhi sehingga dirinya tidak bisa menjadi peserta PBI BPJS.

"Surat bukti PHK tidak serta merta membuat pekerja dan keluarganya yang terkena PHK dapat meminta haknya jadi peserta BPJS golongan PBI," bunyi petikan permohonan pemohon lagi.

Melalui gugatannya, pemohon meminta MK menyatakan bahwa Pasal 18 Ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hak warga negara yang tidak memiliki kemampuan ekonomi dalam hal ini membayar iuran BPJS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com