JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa keluarga mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) karena diduga menikmati uang hasil korupsi SYL.
“Tentu pemanggilan itu, kita tidak mengatakan langsung bersalah akan tetapi penting didalami oleh penyidik di KPK,” ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (19/5/2024).
Menurut Kurnia, keterangan saksi dalam sidang kasus SYL yang menyebut keluarga SYL turut menikmati uang hasil korupsi mesti ditanggapi secara serius oleh KPK.
Baca juga: Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara
Sebab, keterangan itu mengandung fakta yang bisa dipertanggungjawabkan karenapara saksi disumpah sebelum memberikan keterangan.
“Oleh sebab itu keterangan-keterangan itu harus ditindaklanjuti dengan memanggil pihak-pihak tersebut,” ujar Kurnia.
Kurnia mengatakan, KPK bisa mengembangkan kasus korupsi SYL dengan memakai Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ia menjelaskan, UU TPPU memungkinkan pemeriksaan dilakukan tak hanya pada pihak yang aktif menjalankan korupsi, tetapi juga pihak yang dianggap pasif, yakni mereka yang mengetahui dan membantu terjadinya tindak pidana korupsi.
“Itu tertera pada pasal 5 UU TPPU. Sepanjang ada pihak yang mengetahui bahkan membantu proses dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, harus ditindaklanjuti,” kata Kurnia.
Dugaan aliran dana korupsi SYL ke keluarganya terungkap dalam rangkaian persidangan yang sudah berlangsung.
Sejumlah saksi mengungkapkan bahwa uang hasil korupsi SYL turut mengalir dan dinikmati oleh istri, anak, hingga cucu mantan gubernur Sulawesi Selatan itu.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar dari hasil memeras anak buah dan Direktorat di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Pemerasan ini disebut dilakukan SYL dengan memerintahkan eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya, Panji Harjanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.