Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Diminta Konsisten soal Larangan Napi Korupsi Jadi Caleg

Kompas.com - 24/05/2018, 07:39 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap konsisten mempertahankan larangan mantan narapidana korupsi untuk jadi calon legislatif dalam Pemilu 2019.

Meskipun dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan pemerintah dan Bawaslu menginginkan larangan tersebut dicabut, KPU berhak menentukan sikapnya sendiri.

"Karena berdasar putusan Mahkamah Konstitusi, KPU punya kewenangan untuk secara mandiri mengambil keputusan terkait pengaturan yang akan dibuat dalam PKPU," ujar Titi kepada Kompas.com, Kamis (24/5/2018).

Titi menegaskan, penolakan DPR, pemerintah, dan Bawaslu tidak bisa menghalangi apalagi mengintervensi kemandirian KPU sebagai regulator teknis pemilu.

Baca juga: KPK Tegaskan Larangan Napi Koruptor "Nyaleg" Harus Dipertahankan

Pihak yang tidak puas dengan larangan tersebut bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Agung.

"Perludem sangat menyayangkan adanya penolakan pemerintah, DPR, dan Bawaslu atas upaya pengaturan tersebut. Lagipula mestinya Bawaslu sebagai sesama penyelenggara pemilu mendukung apa yang dilakukan KPU," kata dia.

Titi memandang bahwa Bawaslu juga tidak punya otoritas untuk menerima atau menolak rancangan regulasi KPU. Masukan Bawaslu berhak memberikan masukan kepada KPU, namun penentuan sikap final ada di KPU.

"Boleh memberikan masukan, tapi apakah masukan itu diterima atau tidak adalah sepenuhnya kewenangan KPU sebagai lembaga yang mandiri," ujarnya.

Baca juga: KPU Tetap Larang Mantan Napi Kasus Korupsi Jadi Caleg pada Pemilu 2019

Titi mempertanyakan sikap seluruh partai politik yang cenderung diam dan menyetujui pencabutan larangan tersebut. Padahal, jika mereka memiliki slogan antikorupsi, harusnya parpol mendukung larangan ini.

"Jika memang demikian, dan bukan cuma slogan, mestinya mereka mendudukung penuh usulan ini. Masalah argumen hukum saya kira banyak ahli hukum yang pendapatnya memperkuat rancangan pengaturan oleh KPU tersebut," kata dia.

Oleh karena itu, Perludem berharap ada niat baik dari DPR, pemerintah, dan Bawaslu untuk melakukan langkah nyata dalam memerangi korupsi yang merupakan kejahatan dengan daya rusak yang sangat luar biasa.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II Nihayatul Mafiroh membacakan kesimpulan RDP bahwa Komisi II DPR, Bawaslu, dan Kemendagri menyepakati aturan larangan mantan napi korupsi dikembalikan peraturannya pada Pasal 240 Ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018) kemarin.

Ketua Komisi II Zainudin Amali menambahkan, DPR beserta pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah bersepakat agar KPU berpedoman pada Undang-Undang Pemilu.

Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g dinyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana.

Dengan demikian, mantan narapidana korupsi pun bisa mencalonkan diri sebagai caleg.

"Saya kira kesimpulan rapat sudah jelas. Bolanya sekarang ada di KPU," kata Amali.

Kompas TV KPU sedang melakukan uji publik terhadap pasal untuk melarang narapidana korupsi jadi caleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com