Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tegaskan Larangan Napi Koruptor "Nyaleg" Harus Dipertahankan

Kompas.com - 23/05/2018, 20:46 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengkritik kesepakatan Komisi II DPR dengan Kemendagri serta Badan Pengawas Pemilu yang ingin mencabut larangan mantan narapidana korupsi jadi caleg pada Pemilu 2019.

"Kalau saya berpikir seperti ini, kalau kita ingin melamar suatu pekerjaan pun selalu kan ada background check itu penting. Sekarang, mau menjadi anggota parlemen, mau menjadi bupati, mau menjadi gubernur, seharusnya syaratnya jauh lebih berat," kata Laode saat ditemui Kompas.com di sela-sela acara buka puasa bersama di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Dorong KPU Pertahankan Larangan Napi Koruptor Nyaleg

Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan KPU di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018), menyimpulkan, KPU diminta tak melarang mantan terpidana korupsi mencalonkan diri sebagai caleg di Pemilu 2019.

Laode mempertanyakan apakah bangsa ini kekurangan orang-orang baik dan berintegritas, sampai membuat partai politik mendorong mantan narapidana koruptor mencalonkan diri untuk menduduki jabatan di tingkat eksekutif, legislatif atau yudikatif.

"Saya terus terang tidak sependapat, itu mencederai demokrasi dan parpol pendukungnya sendiri," kata Laode.

Baca juga: Pencabutan Hak Politik dan Larangan Napi Korupsi Nyaleg Bisa Jadi Peringatan Tegas

Laode menilai jika memang kesimpulan rapat dengar pendapat itu dilakukan, maka komitmen partai politik dalam pemberantasan korupsi patut dipertanyakan.

Ia juga memandang hal itu ironi, ketika parpol selalu menggaungkan semangat antikorupsi, namun berlaku sebaliknya.

Menurut Laode, hal itu juga akan berdampak panjang pada tata kelola pemerintahan Indonesia secara keseluruhan.

"Bayangkan saja, dampaknya banyak. Satu, ketika dia ingin membicarakan dia antikorupsi, dia ingin pemerintahannya baik ya tidak mungkin didengerin sama staf (pemerintahannya), 'ah lo aja korupsi, masa nyuruh-nyuruh saya juga jangan korupsi'. Itu enggak akan diperhatikan," kata Laode.

Baca juga: Fadli Zon Minta KPU Tak Larang Mantan Koruptor Daftar Caleg

Kedua, apabila parpol mendukung mantan napi korupsi hal itu akan berdampak buruk bagi citra partai di hadapan masyarakat. 

"Ketiga, itu enggak akan memberikan pelajaran kepada masyarakat luas. Banyak mahasiswa d kampus S1, S2, S3, sekarang kalau mereka melihat mantan koruptor jadi pejabat, mereka mikir 'ah enggak papalah kerja nanti korupsi. Toh setelah jalani masa penjara saya, saya bisa jadi caleg maupun eksekutif lagi'," kata dia.

Untuk kebaikan bersama, Laode meminta pihak legislatif dan eksekutif untuk bersikap tegas dan mempertahankan larangan ini. Mantan narapidana korupsi tak boleh diberikan kesempatan menjabat di tingkat eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Kompas TV KPU sedang melakukan uji publik terhadap pasal untuk melarang narapidana korupsi jadi caleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com