Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Soroti Tata Kelola Buruk, Pemda Beli Tanah padahal Milik Sendiri

Kompas.com - 03/07/2024, 13:01 WIB
Syakirun Ni'am,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, ada pemerintah daerah membeli tanah yang sebenarnya merupakan aset mereka sendiri.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, peristiwa semacam ini terjadi karena tata kelola aset barang milik daerah (BMD) yang buruk. Salah satu dampak pengelolaan aset daerah yang karut-marut itu adalah korupsi.

Ghufron mengatakan, pemerintah daerah berniat membeli tanah dengan alasan kepentingan publik seperti membangun pasar, sekolah, atau kantor.

Adapun pengelolaan dan penyelamatan BMD ini menjadi salah satu fokus Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK.

“Tapi apa yang terjadi? Tapi beli tanah, tanahnya tanah (Pemda) sendiri. Kenapa kok bisa dibeli? Karena salah satunya tidak dikelola,” ujar Ghufron dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengukuran Indeks Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) di KPK, Jakarta, Rabu (3/7/2024).

“Kepemilikan asetnya tidak ada sertifikat sehingga kemudian dia dobel pembelian. Itu bicara tentang kepemilikan,” lanjut Ghufron.

Baca juga: Loyalitas Ganda Pegawai KPK Hambat Kerja Pemberantasan Korupsi

Di antara permasalahan pengelolaan BMD adalah tidak adanya bukti atau dokumen kepemilikan.

Ia mencontohkan, pada bertahun-tahun silam seorang bupati sudah membayar ganti rugi pembelian lahan. Namun, pemerintah daerah tidak mengantongi bukti pembayaran, akad jual beli (AJB), dan sertifikatnya.

“Enggak tercantum dalam data kepemilikan aset daerah,” tutur Ghufron.

Persoalan berikutnya dalam pengelolaan BMD adalah permainan dalam penentuan harga atau pembayaran.

Panitia pengadaan tanah, misalnya, mengeklaim pembelian aset sudah sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atau nilai pasaran. 

Namun, dalam pelaksanaannya, panitia itu menekan harga kepada pemilik lahan. Dengan demikian, meskipun dalam laporan disampaikan pembelian lahan sesuai NJOP, uang yang dibayarkan kepada pemilik lahan hanya setengah.

“Jual beli kuitansinya sesuai NJOP. Separuhnya (uang) ke penjual, separuhnya bagi-bagi panitia pengadaan tanah,” kata Ghufron.

Baca juga: Polri Bantah Pernyataan KPK soal Tutup Pintu Koordinasi jika Ada Oknum Ditangkap

Selain itu, pembelian tanah sering juga tidak sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah, melainkan pengusaha yang membiayai pencalonan kepala daerah.

“Ada pemerintah mengadakan barang atau aset tak sesuai kebutuhan? Sesuai siapa, Pak? Sesuai rekanan, Pak. Karena rekanan itu yang saat pilkada dia mensupport paling banyak,” tutur Ghufron.

Sebagai informasi, salah satu fokus Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) di KPK adalah perbaikan tata kelola aset daerah.

Aset-aset yang bernilai miliaran hingga triliunan rupiah itu tidak jarang digunakan pihak swasta dan tidak ada kontrak dengan pemerintah daerah terkait.

Pada pertengahan 2022, tim Kedeputian Korsup KPK berhasil menyelamatkan aset negara di berbagai wilayah dengan nilai Rp 26,16 triliun.

“Untuk semester ini kita sudah mencapai penyelamatan sebanyak Rp 26,16 triliun,” kata Deputi Korsup KPK Didik Agung Widjanarko dalam konferensi pers di KPK, Kamis (11/8/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hasto Ungkap Heru Budi Kerap Dialog dengan Megawati Bahas Jakarta

Hasto Ungkap Heru Budi Kerap Dialog dengan Megawati Bahas Jakarta

Nasional
Paus Fransiskus Akan Hadiri Pertemuan Tokoh Lintas Agama di Masjid Istiqlal pada 5 September 2024

Paus Fransiskus Akan Hadiri Pertemuan Tokoh Lintas Agama di Masjid Istiqlal pada 5 September 2024

Nasional
Pengacara SYL Sebut Pejabat Kementan Harusnya Jadi Tersangka Penyuap

Pengacara SYL Sebut Pejabat Kementan Harusnya Jadi Tersangka Penyuap

Nasional
22 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Panglima Ingatkan soal Tanggung Jawab

22 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Panglima Ingatkan soal Tanggung Jawab

Nasional
Bareskrim Periksa Pihak ESDM Terkait Dugaan Korupsi Proyek PJUTS Tahun 2020

Bareskrim Periksa Pihak ESDM Terkait Dugaan Korupsi Proyek PJUTS Tahun 2020

Nasional
SYL Tuding Pejabat Kementan Fasilitasi Keluarganya agar Naik Jabatan

SYL Tuding Pejabat Kementan Fasilitasi Keluarganya agar Naik Jabatan

Nasional
Hasto PDI-P Jelaskan Kenapa Puan Sebut Kaesang Dipertimbangkan untuk Pilkada Jateng

Hasto PDI-P Jelaskan Kenapa Puan Sebut Kaesang Dipertimbangkan untuk Pilkada Jateng

Nasional
Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Nasional
PDI-P Akui Terus Lakukan Komunikasi dengan PKB dan PKS Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Akui Terus Lakukan Komunikasi dengan PKB dan PKS Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
Ucapkan Terima Kasih ke Media Massa, Megawati: Selalu Meriah Ya...

Ucapkan Terima Kasih ke Media Massa, Megawati: Selalu Meriah Ya...

Nasional
Baca Pledoi, SYL: Saya Bukan Penjahat apalagi Pemeras, tapi Pejuang

Baca Pledoi, SYL: Saya Bukan Penjahat apalagi Pemeras, tapi Pejuang

Nasional
PDI-P Punya Ketua Bappilu Eksekutif dan Legislatif, Hasto: Bukan Pemisahan

PDI-P Punya Ketua Bappilu Eksekutif dan Legislatif, Hasto: Bukan Pemisahan

Nasional
Ketika Megawati Menduga Bakal Jadi Target KPK Usai Pemeriksaan Hasto...

Ketika Megawati Menduga Bakal Jadi Target KPK Usai Pemeriksaan Hasto...

Nasional
Puan Minta Pemerintah Segera Cari Pengganti Dirjen Aptika yang Mundur

Puan Minta Pemerintah Segera Cari Pengganti Dirjen Aptika yang Mundur

Nasional
SYL Menangis Ceritakan Pernah Minta Jokowi-JK Jadi Saksi Meringankan

SYL Menangis Ceritakan Pernah Minta Jokowi-JK Jadi Saksi Meringankan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com