Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SYL Menangis Ceritakan Pernah Minta Jokowi-JK Jadi Saksi Meringankan

Kompas.com - 05/07/2024, 17:38 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menangis ketika menyebut dirinya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ke 10 Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi a de charge atau meringankan.

Mulanya, SYL menyampaikan berbagai capaian prestasinya dalam pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi.

Ia mengeklaim tidak memiliki watak maupun perilaku koruptif dan membantah pemberitaan media massa terkait perbuatan korupsinya.

“Kenyataannya semua hal itu tidak pernah terjadi,” kata SYL di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Baca juga: SYL Menangis Saat Baca Pleidoi, Sebut Rumahnya di Makassar BTN dan Selalu Kebanjiran

Ia lantas mengungkit riwayatnya ketika menjabat Bupati Gowa selama dua periode dan Gubernur Sulawesi Selatan selama dua periode.

Menurutnya, ia selalu berupaya berbakti kepada negara dan mempertahankan integritas.

“(Jabatan dua periode) menunjukkan tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja maupun integritas saya,” ujar SYL.

Karena alasan itu, memberanikan diri meminta Presiden Jokowi dan JK hadir di persidangan menjadi saksi meringankan.

Ketika mengucapkan permohonannya kepada Jokowi dan JK itulah SYL menangis di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

Baca juga: Baca Pleidoi, SYL Mengaku Hampir Putus Asa Saat Dikabarkan Kabur ke Luar Negeri

“Saya memberanikan diri pernah mengajukan permohonan agar Presiden RI Bapak Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden RI Bapak Jusuf Kalla berkenan menjadi saksi a de charge saya,” kata SYL dengan terisak.

SYL mengatakan, jika memang ia memiliki niat korupsi, pasti tindakan itu sudah dilakukan sejak dulu, mengingat karirnya di birokrasi begitu panjang.

Selain itu, jika korupsi ia juga sudah menjadi orang yang sangat kaya raya di Indonesia.

“Mengapa Ketika saya menjabat sebagai Menteri, terhadap saya disangkakan dan didakwakan melakukan perbuatan korupsi?” tanya SYL.

Baca juga: Bela Diri, SYL Putar Video Pidato Arahan Presiden Jokowi di Depan Hakim

Sebelumnya, SYL dituntut 12 tahun penjara dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Selain pidana badan, eks Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider pidana enam bulan kurungan.

SYL turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dollar Amerika Serikat (AS) subsider 4 tahun kurungan.

Jaksa KPK menilai SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Pertama.

Pemerasan itu dilakukan bersama-sama dengan dua anak buahnya, mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat Pertanian Muhammad Hatta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Satu Tersangka Korupsi Pembangunan 'Shelter' Tsunami NTB dari BUMN

Satu Tersangka Korupsi Pembangunan "Shelter" Tsunami NTB dari BUMN

Nasional
Pantun Jaksa Buat SYL: Katanya Pejuang dan Pahlawan, Dengar Tuntutan Nangis Sesegukan

Pantun Jaksa Buat SYL: Katanya Pejuang dan Pahlawan, Dengar Tuntutan Nangis Sesegukan

Nasional
Jaksa KPK: Pembelaan SYL Isinya Pembenaran untuk Lari dari Tanggung Jawab Hukum

Jaksa KPK: Pembelaan SYL Isinya Pembenaran untuk Lari dari Tanggung Jawab Hukum

Nasional
Proyek 'Shelter' Tsunami di NTB Diduga Dikorupsi, Kerugian Negara Capai Rp 19 Miliar

Proyek "Shelter" Tsunami di NTB Diduga Dikorupsi, Kerugian Negara Capai Rp 19 Miliar

Nasional
Tekankan Arahan Presiden, Menpan-RB: Digitalisasi Birokrasi Jadi Aspek Penting Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemerintahan

Tekankan Arahan Presiden, Menpan-RB: Digitalisasi Birokrasi Jadi Aspek Penting Tata Kelola dan Akuntabilitas Pemerintahan

Nasional
Sekjen Kemenhan Sebut TNI Tempatkan Rudal di Setiap ALKI

Sekjen Kemenhan Sebut TNI Tempatkan Rudal di Setiap ALKI

Nasional
Kejagung Sita 5 Aset Tanah dari Harvey Moeis di Jakarta

Kejagung Sita 5 Aset Tanah dari Harvey Moeis di Jakarta

Nasional
KPK Usut Korupsi Pembangunan 'Shelter' Tsunami di NTB

KPK Usut Korupsi Pembangunan "Shelter" Tsunami di NTB

Nasional
DPR Sudah Terima Surpres dari Jokowi Soal RUU TNI dan Polri

DPR Sudah Terima Surpres dari Jokowi Soal RUU TNI dan Polri

Nasional
Putusan Praperadilan Bebaskan Pegi Setiawan, Bareskrim Akan Evaluasi

Putusan Praperadilan Bebaskan Pegi Setiawan, Bareskrim Akan Evaluasi

Nasional
Said Abdullah Uraikan Tantangan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia pada Semester I-2024

Said Abdullah Uraikan Tantangan dan Proyeksi Ekonomi Indonesia pada Semester I-2024

Nasional
Gerindra Pastikan Ahmad Riza-Marshel Widianto Maju Pilkada Tangsel, Sudah Dapat Dukungan dari Parpol Lain

Gerindra Pastikan Ahmad Riza-Marshel Widianto Maju Pilkada Tangsel, Sudah Dapat Dukungan dari Parpol Lain

Nasional
Bareskrim: Laporan Ghufron ke Anggota Dewas KPK Masih Diselidiki

Bareskrim: Laporan Ghufron ke Anggota Dewas KPK Masih Diselidiki

Nasional
Setelah Hasyim Dipecat, Komisi II Sebut Iffa Rosita Bisa Jadi Komisioner KPU Pengganti

Setelah Hasyim Dipecat, Komisi II Sebut Iffa Rosita Bisa Jadi Komisioner KPU Pengganti

Nasional
Soroti Kualitas KPU RI, Mahfud MD Dorong Pemerintah Ganti Semua Komisioner

Soroti Kualitas KPU RI, Mahfud MD Dorong Pemerintah Ganti Semua Komisioner

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com