Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Sebut Ada Risiko Pelanggaran HAM dalam Kebocoran Data PDN

Kompas.com - 03/07/2024, 12:03 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada risiko pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah terkait kebocoran data Pusat Data Nasional (PDN).

"Komnas HAM menilai adanya risiko pelanggaran terhadap sejumlah hak asasi manusia," ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan tertulis, Rabu (3/7/2024).

Atnike mengatakan, ada tiga aspek yang mengakibatkan peristiwa peretasan PDN ini berisiko melanggar HAM.

Pertama, aspek pelanggaran kerahasiaan dan adanya risiko pengungkapan yang tidak sah atau disengaja, atau akses ke data pribadi.

Baca juga: Sebut Peretasan PDN Sudah Dievaluasi, Jokowi: Yang Penting Data Nasional Diback-up Semua

Kedua, aspek pelanggaran integritas dan adanya risiko perubahan data yang tidak sah atau tidak disengaja.

"Ketiga pelanggaran akses, yakni adanya kehilangan akses yang tidak disengaja tau tidak sah, atau perusakan data," tutur Atnike.

Risiko pelanggaran HAM bisa terjadi sesuai dengan aturan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) ketentuan Pasal 2 yang menyebut:

"Tidak seorang pun boleh diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan pribadi, keluarga, rumah tangga atau hubungan surat menyurat, juga tidak boleh dilakukan serangan terhadap kehormatan dan reputasi. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau penyerangan seperti itu."

Baca juga: AHY Mau Data Kementerian ATR/BPN Diunggah ke PDN asalkan Keamanan Terjamin

Atnike juga mengatakan, risiko pelanggaran HAM bisa terjadi dengan dasar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang HAM. Pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.

Dia juga menyebutkan, Pasal 31 mengandung unsur yang mengakibatkan peristiwa peretasan PDN berisiko melanggar HAM.

"Serta sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya, terkait keamanan data pribadi dan layanan publik, termasuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi," tandasnya.

Sebagai informasi, Pusat Data Nasional (PDN) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dibobol hacker atau peretas pada Kamis (20/6/2024).

Serangan dengan metode ransomware ini mengunci pusat data dan peretas meminta tebusan 8 juta dollar AS atau sekitar Rp 131 miliar.

Serangan tersebut kemudian mengakibatkan pelayanan publik terganggu, serta data-data dari 239 instansi tingkat pusat dan daerah tidak bisa diakses.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Nasional
PDI-P Akui Terus Lakukan Komunikasi dengan PKB dan PKS Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Akui Terus Lakukan Komunikasi dengan PKB dan PKS Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
Ucapkan Terima Kasih ke Media Massa, Megawati: Selalu Meriah Ya...

Ucapkan Terima Kasih ke Media Massa, Megawati: Selalu Meriah Ya...

Nasional
Baca Pledoi, SYL: Saya Bukan Penjahat apalagi Pemeras, tapi Pejuang

Baca Pledoi, SYL: Saya Bukan Penjahat apalagi Pemeras, tapi Pejuang

Nasional
PDI-P Punya Ketua Bappilu Eksekutif dan Legislatif, Hasto: Bukan Pemisahan

PDI-P Punya Ketua Bappilu Eksekutif dan Legislatif, Hasto: Bukan Pemisahan

Nasional
Ketika Megawati Menduga Bakal Jadi Target KPK Usai Pemeriksaan Hasto...

Ketika Megawati Menduga Bakal Jadi Target KPK Usai Pemeriksaan Hasto...

Nasional
Puan Minta Pemerintah Segera Cari Pengganti Dirjen Aptika yang Mundur

Puan Minta Pemerintah Segera Cari Pengganti Dirjen Aptika yang Mundur

Nasional
SYL Menangis Ceritakan Pernah Minta Jokowi-JK Jadi Saksi Meringankan

SYL Menangis Ceritakan Pernah Minta Jokowi-JK Jadi Saksi Meringankan

Nasional
KPU: 20 PSU yang Diperintahkan MK Masih Dijalankan secara Bertahap

KPU: 20 PSU yang Diperintahkan MK Masih Dijalankan secara Bertahap

Nasional
Puan Minta Mundurnya Dirjen Aptika Tak Ganggu Pemulihan Sistem PDN

Puan Minta Mundurnya Dirjen Aptika Tak Ganggu Pemulihan Sistem PDN

Nasional
Puan Ungkap Alasan Megawati Perpanjang Masa Bakti DPP PDI-P dan Lantik Ganjar-Ahok

Puan Ungkap Alasan Megawati Perpanjang Masa Bakti DPP PDI-P dan Lantik Ganjar-Ahok

Nasional
KPU Tunggu Keppres dan DPR Terkait Pengganti Hasyim Asy'ari

KPU Tunggu Keppres dan DPR Terkait Pengganti Hasyim Asy'ari

Nasional
Bela Diri, SYL Putar Video Pidato Arahan Presiden Jokowi di Depan Hakim

Bela Diri, SYL Putar Video Pidato Arahan Presiden Jokowi di Depan Hakim

Nasional
Mega ke Yasonna: Lu Jadi Menteri Ngapain? Anak Buah Kita Ditarget Melulu

Mega ke Yasonna: Lu Jadi Menteri Ngapain? Anak Buah Kita Ditarget Melulu

Nasional
Soal Waktu Pelantikan Kepala Daerah, KPU Tunggu Arahan Kemendagri

Soal Waktu Pelantikan Kepala Daerah, KPU Tunggu Arahan Kemendagri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com