Setelah UU KIA selesai, DPR hendaknya tak berpuas diri. Sebab masih ada pekerjaan rumah, salah satunya pengesahan RUU PPRT.
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini berharap DPR yang akan datang memiliki komitmen untuk membahas dan mengesahkan RUU PPRT.
Sebab RUU itu sudah satu setengah tahun tak lagi dibahas, padahal sudah menjadi usul inisiatif DPR pada Maret 2023.
Menurut Lita, keseriusan DPR dalam membahas RUU PPRT amat menentukan apakah mereka betul-betul membawa semangat keberpihakan terhadap rakyat kecil atau wong cilik.
"Kita mengharapkan anggota DPR (baru) punya perspektif keberpihakan terhadap wong cilik siapa pun fraksinya, partainya, dan latar belakangnya," kata Lita saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/6/2024).
Baca juga: Nasib Pilu PRT Indonesia di Malaysia, Dikunci di Balkon Setiap Habis Kerja dan Tak Digaji...
Lita menaruh pesan kepada DPR yang akan datang bahwasanya pekerja rumah tangga (PRT) juga ikut berperan memengaruhi apakah Indonesia bisa mencapai tahun emasnya pada 2045.
Dia menyebutkan hingga kini jumlah PRT di Indonesia mencapai lima juta jiwa, di mana sebagian besarnya adalah perempuan.
"Kalau tidak ada PRT maka tidak bisa berlangsung reproduksi sosial. Dan perekonomian nasional juga bisa berjalan. Dan meminggirkan PRT ini sama dengan menyandera PRT juga dalam kemiskinan, karena mereka juga diekslusifkan dari perlindungan sosial ya," ungkapnya.
Ia lantas berkaca pada proses pembahasan UU KIA yang tak membutuhkan waktu panjang.
Padahal, jika dibandingkan dari segi waktu, RUU PPRT lebih dulu ada ketimbang UU KIA.
Selain itu, RUU KIA dan RUU PPRT juga memiliki lingkungan dan sasaran yang sama, yakni perempuan.
Oleh karena itu, dia berharap DPR tetap memandang RUU PPRT sebagai RUU carry over karena ujungnya adalah melindungi hak hidup rakyat.
Proses pembahasannya pun semestinya lebih cepat dibandingkan UU KIA.
"Jadi ya (DPR mendatang) harus segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang PPRT ini kalau ingin Indonesia Emas ya," pesan Lita.
DPR baru bukan sekadar wajah