Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberhasilan UU KIA dan Tantangan DPR Sahkan UU Perlindungan PRT

Kompas.com - 01/07/2024, 17:13 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa kerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 akan segera berakhir.

Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta akan kembali diisi banyak wajah baru yang menjabat sebagai anggota DPR periode 2024-2029.

Namun, impian dan harapan terhadap institusi ini tetap sama, yaitu menitipkan kebijakan yang pro rakyat kepada pemerintah.

Melalui fungsi legislasinya, DPR bisa melahirkan Undang-undang (UU) baru yang pro rakyat, atau mengubah UU yang lama menjadi lebih baik.

Catatan Kompas.com, ada satu UU yang baru saja disahkan DPR dan mendapatkan apresiasi publik, yakni UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

Singkatnya, beleid ini dinamakan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Baca juga: UU KIA Disahkan, Angin Segar Cuti 6 Bulan dan Jaminan Gaji bagi Ibu Melahirkan

UU ini dipandang menjadi angin segar karena menjamin hak cuti ibu hamil sampai enam bulan. Fase 1.000 hari pertama kehidupan bayi diatur secara rinci melalui payung hukum ini.

Meski begitu, DPR masih punya pekerjaan rumah, salah satunya mewujudkan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT).

Lahirnya berbagai UU baru ini diharapkan bisa turut berkontribusi mewujudkan cita-cita menuju Indonesia Emas 2045.

Angin segar UU KIA

UU KIA disahkan DPR pada 4 Juni 2024 dan langsung menuai apresiasi dari berbagai kalangan.

UU ini didasari semangat menjaga reproduksi perempuan dan tumbuh kembang anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan.

Melalui UU ini, seorang ibu yang tengah mengandung diperkenankan cuti maksimal enam bulan.

Negara menjamin bahwa ibu hamil tidak akan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan.

Tak hanya itu, UU ini juga menjamin bayi mendapatkan gizi baik dari sang ibu.

Ketua DPP PDI-P Puan Maharani ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA Ketua DPP PDI-P Puan Maharani ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).

Ketua DPR Puan Maharani mengaku bersyukur karena RUU KIA disahkan menjadi UU.

Dirinya berharap UU itu menjadi manfaat ke depannya, terutama menyongsong Indonesia Emas 2045.

"Alhamdulillah UU ini sudah bisa kita sahkan hari ini. Semoga manfaat ke depannya berguna bagi 1.000 hari pertama ibu dan anak ke depannya untuk Indonesia emas 2045," ucap Puan usai pengesahan UU KIA di Kompleks Parlemen Senayan, 4 Juni lalu.

Seorang ibu hamil bernama Nabilla, turut mengapresiasi kerja DPR dalam mengesahkan UU KIA.

Wanita berusia 26 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai wartawan itu memandang UU KIA berdampak baik pada ikatan emosional antara ibu dan bayinya.

"Menguntungkan untuk bayi karena punya lebih banyak waktu untuk bonding dengan ibunya," ucap Nabilla kepada Kompas.com, Minggu (30/6/2024).

Baca juga: UU KIA, Ibu Sedang Jalani Cuti Melahirkan Tak Boleh Di-PHK dan Tetap Digaji

Selain itu, ia melihat UU KIA menguntungkan untuk ibu yang baru melahirkan dengan kondisi khususnya. Karena ibu tersebut punya lebih banyak waktu untuk pemulihan.

Meski demikian, dirinya kini menyerahkan kepada pemerintah dan DPR selaku pembuat UU, untuk memastikan perusahaan tidak berlaku sewenang-wenang terhadap ibu hamil yang cuti maksimal enam bulan.

Sebab dirinya khawatir, masih ada perusahaan yang justru mempertimbangkan berbagai hal kepada karyawannya yang merupakan ibu hamil cuti enam bulan.

Karena terlalu lama cuti, bisa saja ibu hamil itu tidak lagi diperpanjang status pekerjaannya.

"Takutnya kantor-kantor mempertimbangkan untuk enggak merekrut karyawan perempuan karena mereka berpotensi ambil cuti hamil 6 bulan, alias mereka absen 6 bulan tapi kantor tetap gaji alias kantor rugi. Atau, bisa jadi ketika ibu ngajuin cuti hamil 6 bulan, kantor ngebolehin tapi mereka enggak akan perpanjang status karyawan si ibu ini," urai wanita dengan usia kehamilan 15 minggu ini.

Baca juga: Jamin Hak Dasar Ibu dan Anak, Fahira Idris Minta UU KIA Disosialisasikan secara Masif

Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendorong pemerintah untuk memberikan insentif kepada perusahaan yang menerapkan UU KIA, khususnya soal cuti hamil dan melahirkan bagi ibu.

"Dalam implementasi UU KIA (pemerintah) perlu memikirkan insentif bagi perusahaan," ujar Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani dalam keterangan tertulis, Senin (10/6/2024).

Insentif itu perlu diberikan kepada perusahaan supaya hak cuti yang diberikan selama 6 bulan untuk ibu melahirkan bisa diterapkan dengan baik.

RUU Perlindungan PRT harapan Wong Cilik

Setelah UU KIA selesai, DPR hendaknya tak berpuas diri. Sebab masih ada pekerjaan rumah, salah satunya pengesahan RUU PPRT.

Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini berharap DPR yang akan datang memiliki komitmen untuk membahas dan mengesahkan RUU PPRT.

Sebab RUU itu sudah satu setengah tahun tak lagi dibahas, padahal sudah menjadi usul inisiatif DPR pada Maret 2023.

Menurut Lita, keseriusan DPR dalam membahas RUU PPRT amat menentukan apakah mereka betul-betul membawa semangat keberpihakan terhadap rakyat kecil atau wong cilik.

"Kita mengharapkan anggota DPR (baru) punya perspektif keberpihakan terhadap wong cilik siapa pun fraksinya, partainya, dan latar belakangnya," kata Lita saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/6/2024).

Baca juga: Nasib Pilu PRT Indonesia di Malaysia, Dikunci di Balkon Setiap Habis Kerja dan Tak Digaji...

Lita menaruh pesan kepada DPR yang akan datang bahwasanya pekerja rumah tangga (PRT) juga ikut berperan memengaruhi apakah Indonesia bisa mencapai tahun emasnya pada 2045.

Dia menyebutkan hingga kini jumlah PRT di Indonesia mencapai lima juta jiwa, di mana sebagian besarnya adalah perempuan.

"Kalau tidak ada PRT maka tidak bisa berlangsung reproduksi sosial. Dan perekonomian nasional juga bisa berjalan. Dan meminggirkan PRT ini sama dengan menyandera PRT juga dalam kemiskinan, karena mereka juga diekslusifkan dari perlindungan sosial ya," ungkapnya.

Ia lantas berkaca pada proses pembahasan UU KIA yang tak membutuhkan waktu panjang.

Padahal, jika dibandingkan dari segi waktu, RUU PPRT lebih dulu ada ketimbang UU KIA.

Selain itu, RUU KIA dan RUU PPRT juga memiliki lingkungan dan sasaran yang sama, yakni perempuan.

Oleh karena itu, dia berharap DPR tetap memandang RUU PPRT sebagai RUU carry over karena ujungnya adalah melindungi hak hidup rakyat.

Proses pembahasannya pun semestinya lebih cepat dibandingkan UU KIA.

"Jadi ya (DPR mendatang) harus segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang PPRT ini kalau ingin Indonesia Emas ya," pesan Lita.

DPR baru bukan sekadar wajah

Masih ada harapan untuk DPR berbenah dan terus memperbaiki diri di masa mendatang.

Jika tidak ada aral melintang, ratusan anggota DPR terpilih akan dilantik pada Oktober 2024 untuk masa bakti 2024-2029.

Banyak harapan agar anggota DPR menunjukkan keberpihakannya pada wong cilik.

Di sisi lain, demokrasi yang sehat juga harus dikedepankan. Meski begitu, tak dipungkiri segala proses legislasi di DPR memerlukan proses politik.

Namun lagi-lagi, jangan sampai proses politik membuat DPR larut dengan hanya menyetujui undang-undang yang diajukan pemerintah. Sementara, UU yang diinginkan masyarakat, terkesan dilupakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Masuk Bursa Pilkada Jateng, Kaesang: Alhamdulillah, Tunggu Kejutan Bulan Agustus

Masuk Bursa Pilkada Jateng, Kaesang: Alhamdulillah, Tunggu Kejutan Bulan Agustus

Nasional
Momen Panglima TNI-Kapolri Nyanyi Bareng di Pagelaran Wayang Kulit

Momen Panglima TNI-Kapolri Nyanyi Bareng di Pagelaran Wayang Kulit

Nasional
Ketua KPU Dipecat, Kaesang: Itu yang Terbaik, Kita Hormati

Ketua KPU Dipecat, Kaesang: Itu yang Terbaik, Kita Hormati

Nasional
Blusukan di Tanjung Priok, Kaesang: Bertemu Relawan Pak Presiden

Blusukan di Tanjung Priok, Kaesang: Bertemu Relawan Pak Presiden

Nasional
Ombudsman Ungkap Persoalan PPDB di 10 Provinsi, Antara Lain Manipulasi Sertifikat

Ombudsman Ungkap Persoalan PPDB di 10 Provinsi, Antara Lain Manipulasi Sertifikat

Nasional
Zuhairi Misrawi Masuk Kepengurusan DPP PDI-P, Hasto: Non-aktif karena Jabat Dubes

Zuhairi Misrawi Masuk Kepengurusan DPP PDI-P, Hasto: Non-aktif karena Jabat Dubes

Nasional
Hasto Ungkap Heru Budi Kerap Dialog dengan Megawati Bahas Jakarta

Hasto Ungkap Heru Budi Kerap Dialog dengan Megawati Bahas Jakarta

Nasional
Paus Fransiskus Akan Hadiri Pertemuan Tokoh Lintas Agama di Masjid Istiqlal pada 5 September 2024

Paus Fransiskus Akan Hadiri Pertemuan Tokoh Lintas Agama di Masjid Istiqlal pada 5 September 2024

Nasional
Pengacara SYL Sebut Pejabat Kementan Harusnya Jadi Tersangka Penyuap

Pengacara SYL Sebut Pejabat Kementan Harusnya Jadi Tersangka Penyuap

Nasional
22 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Panglima Ingatkan soal Tanggung Jawab

22 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Panglima Ingatkan soal Tanggung Jawab

Nasional
Bareskrim Periksa Pihak ESDM Terkait Dugaan Korupsi Proyek PJUTS Tahun 2020

Bareskrim Periksa Pihak ESDM Terkait Dugaan Korupsi Proyek PJUTS Tahun 2020

Nasional
SYL Tuding Pejabat Kementan Fasilitasi Keluarganya agar Naik Jabatan

SYL Tuding Pejabat Kementan Fasilitasi Keluarganya agar Naik Jabatan

Nasional
Hasto PDI-P Jelaskan Kenapa Puan Sebut Kaesang Dipertimbangkan untuk Pilkada Jateng

Hasto PDI-P Jelaskan Kenapa Puan Sebut Kaesang Dipertimbangkan untuk Pilkada Jateng

Nasional
Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Bareskrim Ungkap Alasan Geledah Kementerian ESDM, Ada Saksi Tak Serahkan Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com