Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, mayoritas dari 20 negara tersebut berada di wilayah Asia Tenggara atau ASEAN.
Baca juga: Satgas Judi Online Dibentuk, Kompolnas Minta Polri Perkuat Pengawasan Melekat
Abdul Fickar mengatakan, langkah tegas hingga menjebloskan pelaku ke penjara diperlukan guna memberikan efek jera pada yang lainnya. Sebab, memberantas judi online tidak bisa hanya sekadar menutup situs-situs yang diduga mengandung muatan tersebut.
‘Menurut saya, yang lebih penting selain menutup situs judi online itu mustinya dilanjutkan dengan proses hukum,” ujarnya.
Apalagi dalam UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE jelas disebutkan ancaman hukuman terhadap pelaku judi online maksimal 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Sekali lagi, saya mau tekankan, kalau sudah ketangkap bawa ke pengadilan. Lalu, dihukum supaya ada pengetahuan atau pemberitahuan kepada masyarakat, ‘ini loh judi online yang kamu main Rp 100.000 sampai Rp 200.000 akibatnya bisa dihukum 10 tahun di penjara’. Supaya ada efek jera,” ujarnya.
Baca juga: Muhadjir: Pelaku Judi Online Dihukum, Penerima Bansos Itu Anggota Keluarganya
Sejauh ini, vonis yang dijatuhkan pada pelaku judi online masih termasuk ringan. Contohnya, vonis yang dijatuhkan kepada Bandar judi online terbesar di Sumatera Utara (Sumut), Jonni alias Apin BK.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan pada 27 Juni 2023, hanya menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta kepada Apin BK.
Kemudian, harta yang diperoleh pada April-Agustus 2022 juga diputuskan untuk negara karena terbukti merupakan hasil pencucian uang dari perjudian. Sementara harta lainnya yang sudah sempat disita dikembalikan karena dinilai tidak terkait perjudian.
Putusan itu lantas diperberat di tingkat banding. Meskipun, pidana penjara untuk Apin BK tetap tiga tahun penjara.
Pengadilan Tinggi (PT) Medan hanya memperberat hukuman denda terhadap Apin BK menjadi Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.
Baca juga: PPATK Catat Nilai Transaksi Judi Online Capai Rp 600 Triliun
Untuk diketahui, pelarangan pendistribusian informasi dan dokumen elektornik bermuatan perjudian diatur dalam Pasal 27 Ayat (2) UU ITE. Pasal itu berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian”.
Kemudian, Pasal 45 Ayat (2) UU ITE berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar)”.
Sementara itu, pemain judi online juga bisa dijerat pidana paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 10 juta sebagaimana bunyi Pasal 303 bis Ayat (1) KUHP.
Pasal 303 bis Ayat (1) itu berbunyi, “Diancam dengan hukuman penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah: 1. barang siapa menggunakan kesempatan untuk main judi yang diadakan dengan melanggar peraturan Pasal 303; 2. barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau di pinggirnya maupun di tempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang”.
Baca juga: Kontroversi Usulan Bansos untuk Korban Judi Online
Lebih lanjut, Abdul Fickar mengapresiasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online oleh pemerintah.