Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transaksi Rp 300 Miliar Eks Penyidik KPK dan Riwayat Stepanus Robin yang Dibui

Kompas.com - 04/07/2023, 06:13 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

Sebagian dari mereka adalah mantan Wali Kota Tanjung Balai, Syahrial hingga mantan Wali Kota Cimahi, Ajay M Priatna.

Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean juga menyebut Robin menyalahgunakan wewenangnya.

“Menerima sesuatu dari pihak-pihak yang dihubungi tersebut,” ungkap Tumpak dalam konferensi pers, Senin (31/5/2021).

Selain itu, Stepanus menunjukkan identitasnya sebagai penyidik KPK kepada pihak yang tidak berkepentingan.

Dewas kemudian menyatakan memberhantikan Stepanus dengan tidak hormat.

“Diputus melakukan perbuatan dengan ancaman sanksi berat yakni, pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai KPK,” ujar Tumpak.

Baca juga: Hakim Tolak Permohonan Justice Collaborator Stepanus Robin

Sementara itu, dalam kasus pidananya, Robin disebut menerima suap dari berbagai pihak agar perkara mereka di KPK tidak dilanjutkan.

Dari M Syahrial, ia disebut menerima Rp 1,695 miliar,  Rp 3.099.887.000 dan 36.000 dollar AS dari Azis Syamsuddin dan koleganya bernama Aliza Gunado.

Selanjutnya, Rp 507,39 juta dari Ajay M Priatna, Rp 525 juta dari Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi, dan Rp 5.197.800.000 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Dalam aksinya, Robin dibantu seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Adapun Maskur dihukum 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan uang pengganti Rp 8,7 miliar dan 36.000 dolar Amerika Serikat (Rp 515 juta).

Selama proses hukum yang bergulir, Robin berkali-kali berupaya menjerat Wakil Ketua KPK saat itu, Lili Pintauli Siregar.

Baca juga: KPK Minta Stepanus Robin Ungkap yang Diketahuinya soal Lili Pintauli dalam Sidang

Menurut robin, Lili juga terlibat dalam komunikasi dengan Syahrial. Ia bahkan disebut menawarkan bantuan pengurusan kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai yang sedang diusut KPK.

Namun, Lili hanya menjalani proses etik di Dewas KPK. Ia dinyatakan terbukti berkomunikasi dengan M. Syahrial.

Perbuatannya melanggar Pasal 4 Ayat (2) huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Namun, tidak ada jerat pidana untuk Lili. Ia hanya dihukum sanksi berat yakni pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama setahun.


Pada kasus lain, Lili tersandung dugaan pelanggaran etik karena menerima fasilitas menonton MotoGP di Mandalika dan fasilitas hotel mewah.

Namun, belum sempat disidangkan Dewas, Lili mengundurkan diri. Sampai saat ini, ia lolos dari jerat etik maupun pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com