Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transaksi Rp 300 Miliar Eks Penyidik KPK dan Riwayat Stepanus Robin yang Dibui

Kompas.com - 04/07/2023, 06:13 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir kasus dugaan transaksi Rp 300 miliar di rekening mantan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), AKBP Tri Suhartanto berbanding terbalik dengan “polah” mantan penyidik KPK lainnya, Stepanus Robin Pattuju.

Stepanus dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin, Bandung pada 4 Februari 2022 setelah divonis 11 tahun penjara.

Ia dinyatakan terbukti menerima suap dari berbagai pihak yang berperkara, termasuk kader Golkar sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin.

Baca juga: KPK Jebloskan Stepanus Robin Pattuju ke Lapas Sukamiskin

Transaksi Rp 300 miliar Tri Suhartanto pertama kali diungkap ke publik oleh mantan penyidik senior, Novel Baswedan.

Dalam video berdurasi sekitar 20 menit di channel YouTube-nya, Novel menyebut transaksi itu tidak wajar karena dilakukan oleh pegawai setingkat penyidik.

Temuan transaksi itu mengacu pada laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Menurut Novel, seorang penyidik menyadari transaksi Rp 300 miliar membuka risiko ditangkap. Namun, ia menjadi berani jika dilindungi pejabat struktural.

“Tapi kalau dia yakin dilindungi, atau dia menjalankan peran dari orang yang lebih besar pasti mungkin akan percaya diri. Ya ini lah kurang lebih kalau kita pakai nalar saja,” tutur Novel dalam channel YouTube Novel Baswedan yang tayang Minggu (2/7/2023).

Namun, kata Novel, transaksi jumbo itu tidak ditindak lebih lanjut karena Tri mengundurkan diri dan kembali ke instansinya, Polri.

Laporan PPATK itu pun seakan menguap dan berlalu tanpa kejelasan lebih lanjut.

“Padahal sudah diperiksa Dewas (Dewan Pengawas), tapi kemudian mengundurkan diri dan lewat (kasusnya),” ujar Novel.

Menanggapi Novel, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri membantah Tri kembali ke Polri karena menghadapi persoalan di KPK.

Baca juga: Transaksi Eks Penyidik KPK Rp 300 Miliar yang Diklaim dari Hasil Bisnis

Menurut dia, masa penugasan Tri sudah habis. Ia disebut baru bergabung dengan KPK pada akhir 2018 dan berakhir pada Februari 2023.

Tidak hanya itu, Tri bahkan mendapatkan promosi jabatan dan dilantik menjadi Kapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan pada April lalu.

“Yang bersangkutan kembali ke Polri karena memang telah berakhir masa tugasnya, jadi bukan karena persoalan lain di KPK,” ujar Ali.

Sementara itu, Tri mengatakan, transaksi Rp 300 miliar itu tidak terkait dengan kerja-kerjanya di KPK.

Ia mengeklaim, transaksi itu merupakan uang yang berputar di rekeningnya sejak 2004 sampai 2018 dan bersumber dari bisnis pribadi.

“Untuk rekening tersebut sudah ditutup,” kata Tri.

Perwira polisi menengah itu juga mengaku telah menjalani pemeriksaan oleh Inspektorat KPK dan telah memberikan keterangannya.

Baca juga: Duduk Perkara Transaksi Jumbo Eks Penyidik KPK Tri Suhartanto

Saat kembali ke Polri, ia juga dimintai keterangan oleh pihak internal Polri.

“Jadi memang keterangan dari pihak KPK itu memang benar apa adanya pada saat saya diperiksa,” kata Tri.

Sejauh ini, belum ada pihak yang mengumumkan transaksi itu terkait atau tidak terkait tindak pidana.

Mengikuti pengakuan Tri Suhartanto, lembaga antirasuah juga menyebut uang itu bersumber dari bisnis.

Menimpali jawaban itu, Novel meminta KPK bersikap jujur dan mengingatkan dasar pemberantasan korupsi.

Menurut dia, bukan tanpa alasan PPATK sampai menerbitkan hasil analisis. Ia memandang, lembaga itu sudah menemukan data yang meyakinkan.

“Kalau hanya untuk menutupi kasus itu mudah. Itu data PPATK yang pastinya sudah diperiksa dan dianalisis oleh PPATK,” tutur dia.

Adapun PPATK irit bicara saat dimintai penjelasan mengenai transaksi itu. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana hanya mengatakan hasil analisis itu telah diserahkan ke penyidik Polri.

“Bisa konfirmasikan ke penyidik Polri ya,” ujar Ivan.

Riwayat Stepanus dan upaya jerat Lili

Riwayat Stepanus Robin Pattuju membuka skandal kejahatan korupsi yang bisa dilakukan oleh penyidik di lembaga antikorupsi.

Baca juga: Vonis 11 Tahun Eks Penyidik KPK Stepanus Robin dan Upayanya Menyeret Lili Pintauli

Dari sisi etik, Robin dinyatakan terbukti melakukan tiga pelanggaran, yakni berhubungan dengan pihak-pihak yang sedang ditangani oleh KPK.

Sebagian dari mereka adalah mantan Wali Kota Tanjung Balai, Syahrial hingga mantan Wali Kota Cimahi, Ajay M Priatna.

Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK Tumpak Hatorangan Panggabean juga menyebut Robin menyalahgunakan wewenangnya.

“Menerima sesuatu dari pihak-pihak yang dihubungi tersebut,” ungkap Tumpak dalam konferensi pers, Senin (31/5/2021).

Selain itu, Stepanus menunjukkan identitasnya sebagai penyidik KPK kepada pihak yang tidak berkepentingan.

Dewas kemudian menyatakan memberhantikan Stepanus dengan tidak hormat.

“Diputus melakukan perbuatan dengan ancaman sanksi berat yakni, pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai KPK,” ujar Tumpak.

Baca juga: Hakim Tolak Permohonan Justice Collaborator Stepanus Robin

Sementara itu, dalam kasus pidananya, Robin disebut menerima suap dari berbagai pihak agar perkara mereka di KPK tidak dilanjutkan.

Dari M Syahrial, ia disebut menerima Rp 1,695 miliar,  Rp 3.099.887.000 dan 36.000 dollar AS dari Azis Syamsuddin dan koleganya bernama Aliza Gunado.

Selanjutnya, Rp 507,39 juta dari Ajay M Priatna, Rp 525 juta dari Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi, dan Rp 5.197.800.000 dari mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Dalam aksinya, Robin dibantu seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Adapun Maskur dihukum 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta dan uang pengganti Rp 8,7 miliar dan 36.000 dolar Amerika Serikat (Rp 515 juta).

Selama proses hukum yang bergulir, Robin berkali-kali berupaya menjerat Wakil Ketua KPK saat itu, Lili Pintauli Siregar.

Baca juga: KPK Minta Stepanus Robin Ungkap yang Diketahuinya soal Lili Pintauli dalam Sidang

Menurut robin, Lili juga terlibat dalam komunikasi dengan Syahrial. Ia bahkan disebut menawarkan bantuan pengurusan kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai yang sedang diusut KPK.

Namun, Lili hanya menjalani proses etik di Dewas KPK. Ia dinyatakan terbukti berkomunikasi dengan M. Syahrial.

Perbuatannya melanggar Pasal 4 Ayat (2) huruf b dan a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Namun, tidak ada jerat pidana untuk Lili. Ia hanya dihukum sanksi berat yakni pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama setahun.


Pada kasus lain, Lili tersandung dugaan pelanggaran etik karena menerima fasilitas menonton MotoGP di Mandalika dan fasilitas hotel mewah.

Namun, belum sempat disidangkan Dewas, Lili mengundurkan diri. Sampai saat ini, ia lolos dari jerat etik maupun pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com